Datangnya Seorang Dewi

22 6 0
                                    

Sabtu pagi yang cerah, sebuah truk pengangkut barang berhenti di depan rumah kosong. Surajati dan Marendra yang memilih untuk berada di rumah, sementara ayahnya pergi bekerja dan Irawan pergi kerja kelompok di rumah temannya, langsung keluar ketika mendengar suara tersebut. Pada saat bersamaan, Rahandika dan Surajana juga keluar dari rumahnya untuk melihat tetangga baru.

"Oh, mobilnya sama kaya punya Papi," Jana menyolek ayahnya yang juga melihat ke arah Range Rover Sport Putih. Mobil tersebut berhenti. Seorang perempuan berambut pirang panjang yang memakai kalung perak, tadinya mengendarai mobil itu, keluar dari sana.

"Harusnya kakak percaya ceritaku. Dia cantik 'kan?" bisik Marendra pada Surajati.

"Iya, setuju," anak itu mengangguk-angguk sembari memperhatikan tetangga baru mereka.

Sementara itu, Rahandika yang tidak bisa berdiam diri memiliki rencana sendiri, "Barangnya banyak, sebaiknya aku bantu." Pria itu segera bergerak mendekati perempuan berambut pirang tersebut.

"Selamat pagi," Rahandika memberanikan diri untuk menyapa terlebih dahulu. Untungnya, lawan bicaranya menyambut dengan ramah.

"Ah, pagi," perempuan itu tersenyum.

"Saya Rahandika Jayantaka yang tinggal di seberang," selanjutnya percakapan berjalan agak canggung. Rahandika ragu, apakah ini cara menyapa tetangga baru, benar-benar baru, dengan benar?

"Oh, saya Hera Kalinda. Kita akan bertetangga," perempuan itu tersenyum. Itu membuatnya lega, setidaknya dia tidak salah memulai percakapan.

"Semoga Anda nyaman tinggal di lingkungan baru ini. Ah, sebagai informasi, yang tinggal di sebelah rumah Anda persis namanya Giyanta Gardapati. Itu anak-anaknya," Rahandika menunjuk pada Surajati dan Marendra yang memperhatikan percakapan mereka dari halaman. Hera mengaja mereka bergabung dalam percakapan dengan gestur tangan. Karena merasa tertangkap basah, mereka berdua malah mematung.

"Sini!" masih dengan wajah tersenyum, Hera berusaha membuat Surajati dan Marendra ikut dalam percakapan mereka. Panggilan itu berhasil! Dua anak itu ikut bergabung dengan percakapan, tapi memilih berdiri di sebelah Surajana yang sedari tadi berada di belakang Rahandika.

"Namanya siapa?" Hera kini mendekati Surajana.

"Nama saya Surajana Abhipraya Jayantaka," jawab Jana.

"Anak saya," tambah Rahandika.

"Ah, iya, mirip sekali kalian berdua," komentar Hera setelah mengamati pasangan bapak dan anak tersebut. Sementara Rahandika dan Surajana tersenyum bersamaan mendengar komentar dari tetangga barunya. Setelahnya perempuan itu mengalihkan pandangan pada Marendra dan Surajati.

"Nama saya Marendra Gardapati," anak bungsu keluarga Gardapati itu memperkenalkan diri duluan karena Surajati tidak menanggapi kode Hera.

"Oh, iya, nama saya Surajati Gardapati. Kami anaknya Pak Giyanta Gardapati. Ada satu anak lagi yang tinggal bersama kami, yang paling tua, Irawan Gardapati," Jati, yang sudah tahu apa yang harus dilakukan, memperkenalan dirinya, ayahnya, serta Irawan.

"Ayah kalian di mana?" tanya Hera pada Jati dan Marendra karena tidak melihat sosok ayah mereka.

"Papa kerja. Lagi ada proyek gedeee. Katanya suruh ngerahasiain sih... Bu ...," Marendra tiba-tiba berbicara dengan semangat soal ayahnya sampai lupa menggunakan bahasa baku. Ia memelankan suara karena masih bingung harus memanggil Hera apa.

"Panggil aku Tante Hera juga boleh, jangan formal-formal. Ah, ada pekerjaan. Em ...," karena merasa ada sesuatu yang ganjil, Hera bertanya lagi, "Ibu kalian di mana?"

"Semuanya di surga," Jana menjawab tanpa beban di saat Rahandika, Jati dan Marendra terdiam. Tentu saja mereka, termasuk Hera, agak kaget mendengar jawabannya. Seperti mengabaikan keterkejutan orang-orang yang mendengar jawabannya, Surajana masih melanjutkan penjelasan, "Mamiku udah ga ada waktu umurku 3 tahun karena sakit."

The CureWhere stories live. Discover now