Sedikit Lebih Baik

13 2 0
                                    

Setelah Antonio yakin bahwa aman untuk meninggalkan ayahnya yang sudah tertidur sehabis meminum obatnya tadi, ia segera berjalan ke resepsionis karena mendapat pesan ada dua orang yang ingin bertemu dengan ayahnya. Tentulah mereka bukan bagian dari keluarga mereka ataupun tetangga dekat seperti Rahandika atau keluarganya Eka, mereka telah Antonio daftarkan sebagai keluarga yang boleh menjenguk ayahnya. Maka anak itu menyiapkan diri menerima siapapun tamu asing di sana. Jadi, ketika ia nelihat seorang perempuan dan seorang laki-laki yang berdiri di resepsionis, Antonio langsung mencoba menyapa selembut mungkin, "Permisi. Teman ayah saya?"

"Ah, iya benar," sang perempuan yang langsung Antonio kenali sebagai Juanna itu membalas.

Tunggu, Juanna?

Seorang artis yang baru bekerja satu kali dengan Giyanta mau menjenguknya?

"Saya anaknya Pak Giyanta," Antonio memperkenalkan diri dengan canggung.

"Kamu yang menjaga ayahmu? Sendirian?" Juanna bertanya karena ia tidak melihat wali lain bersama dengan anak itu.

"Iya, benar." Jawaban itu membuatnya makin bersimpati. Akan tetapi ia tidak bisa berbuat banyak karena terbentur peraturan rumah sakit, pasien bangsal psikiatri hanya bisa dikunjungi oleh keluarga atau wali yang telah disetujui, terlebih jadwalnya mulai padat sekarang.

"Nah, ini makanan buat kalian," Juanna memberikan satu tas kertas berisi dua kotak besar kue, "Maaf, ngga bisa bantu banyak." Antonio melihat isinya dan mengerjap.

Dengan semua roti ini, ia mungkin tidak perlu menunggu ayahnya tidur dan pergi ke kantin lagi untuk makan. Baginya ini bantuan yang banyak. "Terima kasih. Apa ini baik-baik saja?"

"Tentu. Mungkin besok aku akan kembali dengan makanan lain," Juanna tersenyum lembut pada anak itu.

"Tidak perlu, terima kasih. Sepertinya besok Papa udah boleh pulang," Antonio menolak tawaran itu, ia sedikit merasa tidak enak kalau merepotkan seorang selebritis.

"Baiklah, semoga kamu diberi kekuatan terus, ya," sekali lagi perempuan itu tersenyum pada Antonio sebelum akhirnya pergi.

Di sekolah, Marendra langsung pergi ke kantin saat jam istirahat pertama. Ia ingin membeli cireng dan juga bertemu dengan Mosha serta Arjuna. Anak itu merasa sedikit kesepian tanpa adanya Antonio yang selalu mengikutinya ke kantin. Padahal sebelumnya ia memang selalu sendirian, akan tetapi baru kali ini dirinya merasakan kesepian.

"Kak Marendra!" seperti yang diharapan, Mosha yang datang bersama Arjuna menyapa dirinya yang sedang menunggu cireng kornet matang.

Tentu saja sapaan itu langsung dibalas, "Mosha! Arjuna!"

"I don't see your brother, again, today," Mosha langsung celingukan mencari Antonio.

"Oh, dia ga akan berangkat seminggu ini. Bukan karena permasalahan kemarin kok," jawab Marendra dengan tenang.

"Ada apa sama kakakmu? Aku pikir karena di-skors makannya ga masuk," Arjuna juga mengeluarkan pertanyaannya.

"Papaku lagi sakit," anak termuda Giyanta itu langsung merengut ketika menyampaikan jawabannya. Marendra sebenarnya tidak paham ayahnya sakit apa. Lebih lagi, dirinya tidak paham mengapa Jati sampai marah pada ayahnya dan berdebat dengan Irawan kemarin Minggu. Ia juga tidak tahu mengapa tiba-tiba ada luka di tangan ayahnya, kata Irawan itu karena sesuatu terjadi Minggu dini hari kemarin.

Sampai sekarang dia tidak mendapat penjelasan tentang 'sesuatu' itu dari kakak-kakaknya.

"Tadi yang pesan cireng kornet?"

Lamunan Marendra langsung buyar, "Saya, tadi pesan dua." Begitu mendapatkan pesanan mereka dan membayar, Mosha langsung mengajak Arjuna dan Marendra duduk di salah satu meja yang masih kosong. Mereka semua menikmati cireng dengan isian yang berbeda siang itu. Akan tetapi Marendra tidak benar-benar fokus pada makanannya. Ada pertanyaan yang mengganjal dari Sabtu sampai Selasa ini.

The CureWhere stories live. Discover now