Empat Mata

12 4 0
                                    

Hera menepuk tempat tidur di sampingnya yang masih kosong sambil memanggil nama lengkap suaminya, "Ekachandra Abirama, sini. Aku mau bicara."

"Ada apa? Ah, kamu mau membicarakan mereka lagi?" tanya Eka begitu ia sudah naik ke atas tempat tidur dan duduk di samping istrinya.

"Ya, tentu saja. Kamu ini rasanya kaya belum paham," perempuan berambut pirang itu melipat tangannya di dada.

"Sudah. Itu semua hanya salah paham 'kan? Mereka mengira kamu masih single ...."

"Ya, lalu? Bukannya kamu sudah berjanji sesuatu padaku?" ia masih terus menatap suaminya serius.

"Ah, berbaikan dengan mereka? Memangnya aku masih terlihat marah?" Eka memiringkan kepalanya, meminta penjelasan pada Hera.

"Kamu bisa mengelabui mereka, tapi aku ga bisa kamu bohongi. Kita sudah hidup bersama kurang lebih 10 tahun 'kan?" perempuan itu mencondongkan dirinya pada Eka, "Aku lihat tadi kamu canggung sama Rahandika."

"Kita memang ga dekat. Wajar," pria itu mengendikkan bahu akan tetapi posisi duduknya terus melorot.

"Terus yang tadi sama Pak Giyanta. Aren't you trying to compete with him?" posisi Hera makin mendekati Eka yang terus melorot, ia tidak duduk tegak seperti awalnya.

"What? I'm not. Aku cuma bantu memasang umbul-umbul kok," kilah Eka.

"Well, you're clearly not. Terlihat jelas kalau kamu sedang ingin menyaingi seseorang. Oh, can you please stop? He's gonna be your patner in work, Eka," Hera kini benar-benar menatap suaminya serius, "Kalau kamu menganggap mereka kekanak-kanakan, ya, sama aja."

"It's not about that. See? Ini alasan kenapa aku awalnya ga mau membiarkan kamu pindah duluan sendiri. Sesuatu terjadi," Eka kini menatap balik Hera dengan khawatir.

"It's not a big deal. Mereka juga tahu batasan ...."

"And if I come too late?"

"Hey, no one gonna take me from you, again. Kamu lihat mereka kaya apa sih? They're just bunch of cinnamon rolls," Hera tertawa, mencoba melunturkan  kekhawatiran Eka.

"Oh, kamu memuji mereka di depanku."

"Aku membuatmu percaya pada mereka. They're harmless. Semuanya hanya kesalahpahaman. You got it, My Little Anchovy?" perempuan itu mendekatkan wajahnya pada Eka.

"Bukankah kita sudah sepakat untuk menghilangkan 'Little' pada panggilanku? Itu lebih cocok buat Jinora," sang suami memprotes panggilan yang diberikan istrinya.

"You're a Little Anchovy when jealous like this. Bagaimanapun juga sifatmu dan Jinora mirip."

"I'm so sorry, okay? I'll fix it. Aku akan cari waktu yang tepat untuk memperbaiki ini semua," Eka pun bersandar pada bahu Hera.

"Minta maaf sama mereka dan jadilah profesional. I'm totally okay. Shall we sleep now?" Hera pun meraih saklar lampu selagi Eka mengangkat kepalanya.

"Sure, My Lady."

"Stop with that!"

Sementara itu, Surajana yang sudah berada di tempat tidur masih ditemani ayahnya karena ia memiliki suatu pertanyaan, "Anakin kenapa berantem sama Obi-Wan sih, Pih? Mereka bukannya satu tim? Itu yang difigurnya Papi, senjatanya sama-sama biru."

"Mereka tadinya satu tim. Obi-Wan menjaga dan melatih Anakin karena dia adalah 'The Choosen One'. Akan tetapi, setelah dia mengikat komitmen dengan Padme, kekasihnya, dia selalu ketakutan akan kehilangan dia. Itu suatu pengelihatan di mimpinya. Karena ketakutan itu, ia menerima tawaran untuk pindah ke sisi gelap, mereka menjamin kekuatan yang dapat mencegah ketakutannya terjadi. Karenanya, apa yang dikatakan Yoda memang terjadi. Ketakutan menjadi kemarahan, kemarahan menjadi kebencian dan kebencian membuat seseorang menderita," Rahandika dengan fasih menceritakannya bagai dongeng pengantar tidur.

The CureWhere stories live. Discover now