Bab 22 - Kau lihat yang aku tidak lihatt? bagian 1

1.5K 67 1
                                    

Bu Yanik salah satu guru SD di Semarang, menempuh jalan singkat, bahkan bisa dikatakan cenderung sesat.

6 bulan lamanya kaki nya lumpuh, karena sakit kupu kupu, dia nampak frustasi dengan kondisi fisiknya belakangan.

Dia mendatangi dukun, padahal dukun adalah teman nya setan dan iblis.

"Yeaaaaa.... aku bisa berjalan lagi." teriak Bu Yanik sangat bahagia sekali saat itu

Dia pun memutuskan berangkat mengajar kembali. Semua orang saat itu pun heran.

"Bu Yanik?? Sudah bisa jalan?" tanya Bu Wi salah satu guru di sekolah tersebut. Ia heran karena Bu Yanik sudah 6 bulan ijin sakit lumpuh.

"Nggih Bu, saya bersyukur, sudah bisa berjalan lagi."

Bu Yanik senang sekali saat itu, bisa berjalan. Ia berjalanan dengan rasa bangga tanpa mempedulikan orang sekitar.

"Loh...loh...loh.. bisa jalan lagi?" tanya pak Yamin

"Iya dong."

Bu Yanik menjawab pertanyaan pak Yamin dengan cukup angkuh, karena dukun sempat berbicara tanpa dasar, bahwa pak Yamin lah yang mencelakainya.

"Apalah Yamin ini, sok sok an empati, padahal kau kan yang membuatku 6 bulan lumpuh?"

Batin Yanik menjadi sangat jengkel ke Yamin, karena sudah tertipu daya oleh omongan dukun.

Setelah pagi itu rasa bahagia Yanik sangat tinggi, karena bisa berjalan dan mengajar.

Sore hari setelahnya sungguh beda.
Pulang dari mengajar, badan nya seperti bergoyang goyang, pandangannya kabur seketika, Bu Yanik demam tinggi, badha Maghrib Ia mulai sesak Nafas.

Kira kira jam 2 pagi, justru badannya menjadi sampai sekali tak bisa digerakkan dari jari kaki sampai ujung kepala.

"Ibu kenapa?"

Melihat kondisi Bu Yanik yang makin parah, Sarah selaku anak Sulung beliau, bergegas menghubungi Bu Dwi selaku sahabat beliau, kemudian Sarah menjemput Bu Dwi di rumah nya area Timojoyo Semarang.

Sampai di rumah Mbak Yanik, Sarah kaget campur takut, ibunya melakukan tindakan diluar wajar.

"Uwauw....uwauw...." Bu Yanik mengaung pelan, mulutnya komat kamit tak jelas, sementara tangan kaki nya yang tadi tak bisa digerakkan saat itu bisa digerakkan, tapi melakukan gerakan layaknya macan sedang menerkam mangsa nya.

Sarah dan Hamdan yang panik, bertanya ke Bu Dwi saat itu.

"Bu Dwi ini kenapa ibu saya?" tanya Saras sambil menangis

"Kami harus bagaimana Bu Dwi?" tangis Hamdan sebagai putra bungsu lebih menjadi jadi saat itu

Bu Dwi yang nampak bingung, mendekati Bu Yanik sambil memegang badan Bu Yanik.

"Mbak Mbak...istighfar...." kata Bu Dwi

"Aung..... Aung..... Aung....." Bu Yanik justru terus mengaung

Bu Dwi pun memanggil Sarah saat itu

"Mbak Sarah?" paggil Bu Dwi

"Gimana Bu Dwi?" jawab Sarah sambil menghampiri Bu Dwi

"Bapakmu Pak Narto segera kamu kabari, Ibu sudah kondisi kaya gini lo."

Sarah diam tak menjawab. Justru Hamdan yang menjawab dengan nada tinggi.

"Bapak sudah ga mikirin kita Bu ! Jangan bahas bahas lagi !" Hamdan marah ke Bu Dwi

Bu Dwi pun nampak diam mendengar kemarahan Hamdan , dia baru menyadari kenapa Sarah dan Hamdan memanggilnya malam malam, karena yang bisa dipercaya saat itu hanya Bu Dwi, karena suami Bu Yanik, Pak Narto sudah pergi dengan wanita lain semenjak Bu Yanik sakit.

"Aung... Aung.... " mbak Yanik mengaung bagai macan, tapi saat itu mata nya mulai naik keatas

Sarah dan Hamdan saat itu hatinya teroyak dan teriris iris, perih, seperti sariawan diberi garam.

"Bu.... Ibu.... " tangis Hamdan pecah

Sementara Sarah, merangkul Bu Dwi sambil berkata.

"Bu saya dan dek Hamdan sudah pasrah." ujar Sarah

Bu Dwi tak tau kenapa, matanya ikut menangis

"Ya Alloh hambamu mohon petunjuk, Al Fatihah...lalu dilanjut ayat kursi....." Bu Dwi berdoa sambil memejamkan mata.

Saat Bu Dwi memejamkan mata, tiba tiba ada bisikan hati yang memberi tau Bu Dwi, tenang sekali suaranya.

"Beliau sakaratul maut, buang jimat di lehernya, bimbing syahadat."

Mendapat pesan illahi tersebut Bu Dwi mencopot kalung jimat di leher Bu Yanik, dan menyerahkan ke Sarah.

"Mbak Sarah buang jimat ini ke sungai belakang." perintah Bu Dwi dengan nada tinggi

"Inggih Bu." jawab Sarah

Setelah Sarah membuang Jimat tersebut ke sungai, Bu Dwi meminta Sarah dan Hamdan mendekat.

"Mas Mbak....kesini nggih." ajak Bu Dwi

Sarah & Hamdan mendekat dengan rasa sedih.

"Kenapa Bu?" tanya Sarah menangis

"Ibu saya ada sesuatu to Bu?" tambah tangis Hanung

Mbak Dwi yang tak sampai hati dengan Sarah dan Hamdan, membimbing syahadat Bu Yanik di depan mereka.

"Mbak Yanik... ikuti saya nggih....." kata Bu Dwi

"Aung Aung....."

Bu Yanik menjawab dengan mengaung seperti macan, kali ini matanya sudah putih semua, gerakannya makin kencang. Sarah dan Hamdan pun memegang tangan & kaki ibu mereka.

"Bu...Bu...tenang...." kata Hamdan dan Sarah

Bu Dwi pun memulai membimbing syahadat Bu Yanik

"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah...Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah..." ajak Bu Dwi

Mbak Yanik tampak diam, tapi mengaung.

"Hmmmm....Hmmmm...." suara memberontak dari mbak Yanik

Bu Dwi pun tak putus asa, dia mencoba kembaki

"Mbak Yanik ku sayang....ikuti saya, Sarah, dan Hamdan nggih." kata Bu Dwi memeluk Yanik sambil menangis

Sarah & Hamadan pun ikut bersama mbak Dwi membimbing ibu nya bersyahadat.

"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah...Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah..." ajak Bu Dwi

Bu Yanik yang mendengar syahadat kedua kalinya, mata hitamnya kembali muncul, tapi makin lama makin melotot. Tiba tiba matanya merah, dan dia memuntahkan sesuatu berwarna hijau, bercampur beberapa kelereng berwarna hitam keluar dari mulutnya.

"Huakkk... Bu Yanik muntah

Bu Dwi kaget saat melihat Bu Yanik muntah.

"Astaghfirulloh aladzim

Nampak Bu Yanik setelah muntah, matanya kembali putih. Badannya makin lemah..melemah, sampai akhirnya tak bergerak sama sekali... Suaranya pun tak terdengar sama sekali.

"Bu...ibu.... Bu.... Ibu...." Sarah dan Hamdan mencoba membangunkan Ibunya

Mbak Dwi yang memiliki firasat kurang baik, mencoba memegang nadi di tangan Bu Yanik.

"Mbak Sarah.. Mbak Hamdan... Sabar dan Ikhlas ya...ibu sudah tiada" kata Bu Dwi

Tangis Hamdan sebagai anak bungsu pecah, sambil memeluk tubuh almarhumah.

"Ibu... jangan pergi.... Ibu.... jangan pergi..." kata Hamdan

Sementara Sarah nampak lebih ikhlas
Ia mengusap wajah ibunya..

"Inallilahi wa inallihai rojiun Bu..." kata Sarah

Sarah lantas memeluk Hamdan.

"Ibu sudah sehat dek... ga sakit kaya dulu lagi...adek sama mbak harus ikhlas ya, supaya ibu tenang disana ya dek.."

"Iya mbak.....hiks..hiks...hiks...." jawab Hamdan sambil menangis dipelukan Sarah

Supir Ambulans ( Saat Ajal Menjemput )Where stories live. Discover now