22 - Hari Bersama Bulan dan Semesta

2.6K 251 94
                                    

"Sayang itu tidak perlu di ungkapkan, tapi di tunjukan."

▪️▪️▪️▪️▪️

Pada pukul 4 pagi, tiba-tiba Bulan terbangun dari tidurnya. Dia langsung memposisikan dirinya menjadi duduk dan bersender ke badan ranjang. Bulan tiba-tiba saja terbangun karena minpi tentang mamahnya yang belum lama pergi. Jujur, dia sering kali mempikan mamahnya akhir-akhir ini. Mungkin saja, mamahnya meminta di kirimkan doa karena Bulan belum ke sana lagi semenjak 40 hari mamahnya.

Tak terasa, tiba-tiba cairan bening yang berasal dari mata Bulan turun ke pipinya. Bulan menangis. Dia benar-benar merindukan mamahnya. Dia masih terus berusaha menerima bahwa mamahnya telah tiada. Bulan masih sering menangis jika dia benar-benar merindukan mamahnya.

Bulan terus mengeluarkan air matanya. Jujur, mimpinya kali ini benar-benar membuat Bulan merasa bahwa mamahnya masih ada di samping Bulan. Di mimpinya tadi, mamahnya memeluk Bulan sangat erat setelah mereka sarapan bersama. Bahkan, dia juga melihat ada Raga---kakaknya di mimpi.

"Mah... Bulan kangen, Mamah. Kangen kakak juga."

"Bulan kangen banget."

Bulan menekuk kakinya dan menyembunyikan kepalanya di atas lipatan tangannya yang ia simpan di atas kakinya. Bulan menangis di sana, dia tidak tahu harus kepada siapa dia menumpahkan air matanya. Dia hanya ingin, tangisan tentang keluarganya, dia simpan seorang diri.

Di saat matanya sudah tak lagi menatap,
Tapi mata ini masih tak bisa lepas menatap dirinya.
Di saat hidungnya sudah tak lagi mencium,
Tapi hidung ini masih mampu mengingat baunya.
Di saat mulutnya tak lagi berbicara,
Tapi mulut ini masih terus merapalkan doa untuknya.
Di saat telinganya sudah tak mampu mendengar,
Tapi telinga ini masih terus mendengar nasihatnya.
Di saat tangannya sudah tak mampu mengenggam,
Tapi tangan ini terus menggenggam kenangannya.
Dan di saat raganya sudah tak bersama,
Aku yakin jiwanya selalu ada di dada.

Bulan terus menangis sampai adzan shubuh terdengar di telinganya. Saat adzan tersebut berkumandang. Bulan baru beranjak dari duduknya dan memutuskan untuk langsung mandi saat itu juga baru sholat.

Saat sudah jam setengah tujuh, Bulan keluar dari kamar dan turun untuk menikmati sarapannya. Bulan benar-benar pergi naik motor sendiri sekarang. Walaupun sekarang status Bulan dan Semesta sudah resmi berpacaran, Bulan tidak mau bergantung pada Semesta tentang hal apapun.

Selesai sarapan, Bulan langsung meminta izin pada Bi Lastri untuk berangkat ke sekolah. Kini, Bulan sudah berada di atas motornya. Dia sudah siap untuk melajukan motornya menuju ke sekolah. Namun, saat dia selesai menutup pintu pagarnya. Dia mendengar ada suara motor sport yang datang.

Bulan menoleh ke arah suara itu dan melihat yang datang adalah Semesta. Bulan menghela nafasnya saat melihat kedatangan Semesta. Padahal Bulan sudah bilang kalau pagi ini dia akan berangkat sendiri.

"Selamat pagi, Pacar," ucap Semesta.

"Lo ngapain ke sini, kutu?" ucap Bulan ketus, "gue 'kan udah bilang gue mau naik motor sendiri."

"Eh, kambing. Pede banget sih. Gue ke sini bukan mau jemput lo."

"Terus lo ngapain ke sini? Rumah lo gak searah ya sama gue."

"Gue mau berangkat bareng lo."

"Gue 'kan bawa motor. Liat nih!" ucap Bulan sambil memukul-mukul jok motornya.

[✓] - Dari Semesta [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang