🍁--sepuluh--🍁

29.9K 1.6K 56
                                    

Zia masuk ke dalam kamar berukuran besar yang didominasi warna putih, furniture didalamnya tertata dengan sangat baik. Zia hanya perlu merapikan barang bawaannya saja, selepas itu barulah bisa mandi dan beristirahat.

Karena sedari tadi melakukan berbagai macam kegiatan, maka waktu terasa cepat berlalu. Zia menghela nafas lega, masih jam delapan malam jadi tidak apa-apa jika dia keluar sebentar untuk membeli makan.

Kehadiran Ardan di luar kamar membuat Zia canggung, meskipun pria itu terlihat fokus pada setumpuk kertas didepannya. Haruskah Zia berpamitan atau langsung pergi saja?

"Ada apa?" Tanya Ardan saat mendapati Zia seperti orang kebingungan.

"Saya mau izin keluar sebentar."

"Kemana?"

"Beli makan."

Ardan melihat jam dipergelangan tangan, "saya temani."

Pasangan baru itu beranjak pergi mencari restoran yang menyediakan olahan seafood, sekitar lima belas menitan mobil Ardan memasuki area tempat yang dituju dan memarkirkan mobilnya lebih dulu sebelum keluar.

Seorang pelayan datang menghampiri sekaligus bertanya mengenai beberapa hal, salah satunya, "untuk berapa orang?"

"Dua," jawab Ardan.

"Mari saya bantu pilihkan tempat." kehadiran seorang pelayan disini sangat membantu dalam mempersingkat waktu, karena restoran ini cukup luas dan memiliki beberapa jenis tempat makan berbeda.

Setelah mendapat tempat duduk, pelayan memberikan buku menu dan mencatat pesanan Ardan secara detail. "Ditunggu, ya." Ucapnya sebelum pergi.

Sebelum datang kemari, Ardan sempat bertanya pada Zia mengenai makanan laut. Zia mengatakan bahwa dirinya menyukai cumi-cumi dan setuju untuk makan disini.

Tidak hanya cumi-cumi, Ardan juga turut memesan udang serta beberapa jenis kerang sebagai pelengkap.

Makanan yang dipesan akhirnya dihidangkan dalam keadaan masih panas, dari tampilan luar saja sudah terlihat lezat. Ardan maupun Zia mulai menyantapnya dan mereka sangat menikmati makan malam ini.

Selain dari cita rasa yang sangat lezat, pemandangan yang disuguhkan pun mampu menyegarkan mata. Apalagi pengunjung disekitar mereka tidak terlalu banyak, karena kebanyakan orang memilih tempat makan yang lebih luas.

Maklumi saja disaat yang lain datang bersama keluarga besar untuk makan bersama, sedangkan mereka hanya berdua. Tapi tidak apa-apa, begini lebih menyenangkan.

Bertepatan saat Ardan selesai makan, ponselnya berdering menandakan telepon masuk. "Saya terima telepon dulu." Pamitnya sebelum pergi menjauhi Zia.

Senyum Zia merekah dikala sosok yang dikenalinya datang menghampiri, "dokter Vina disini juga?"

"Hallo, Zia. Kebetulan saya ada janji temu disini, terus gak sengaja lihat kamu."

"Begitu ya, dok?"

Vina mengangguk ramah, "kamu kesini sama siapa?"

"Sama s-suami," Zia masih ragu mengakui Ardan sebagai suaminya. Tapi tidak mungkin jika dia berbohong.

"Ayah anak itu?"

"Iya, kami baru menikah pagi tadi."

Senyum manis terbit dibibir Vina, sekarang dia bisa tenang karena Zia tidak sendirian lagi. "Wah, selamat ya. Semoga kalian berdua selalu bahagia."

"Makasih banyak, dok."

"Frezia, sudah selesai?" Ardan datang dari arah belakang Vina, tapi tatapannya tertuju pada piring Zia yang sudah kosong.

Anulika [Hiatus]Where stories live. Discover now