🍁--lima puluh tiga

9.8K 664 51
                                    

Zia memasuki ruang pemeriksaan ditemani Riko. "Malam, dok."

"Malam, silahkan duduk."

Riko menarik satu kursi untuk diduduki Zia, lalu ia ikut duduk disebelahnya.

Sebelum melakukan pemeriksaan, dokter memberikan beberapa pertanyaan pada Zia untuk memastikan dahulu penyebab anaknya yang tiba-tiba demam.

Setelah mengetahuinya, barulah pemeriksaan dilakukan dengan keadaan baby Gal yang masih menangis.

"Ibu dan bapak tidak perlu khawatir, ini hanya demam biasa. Nanti saya tuliskan disini mengenai apa saja yang harus dilakukan ibu agar bayinya segera membaik." Dokter itu tersenyum ramah agar Zia merasa lebih tenang. Maklum pasangan muda pikirnya, jadi mereka belum mengetahui lebih jauh mengenai seorang anak.

"Baik, dok. Terimakasih banyak, kami permisi."

"Sama-sama bu, kalau ada keluhan lainnya bisa langsung datang kemari."

Zia mengangguk paham, ia keluar dari ruangan diikuti Riko yang lebih banyak diam kali ini.

"Langsung pulang?" Tanya Riko, mendapat anggukan dari Zia.

Keduanya berjalan menuju parkiran, lalu masuk ke dalam mobil yang dikendarai Riko.

Tangisan baby Gal sudah berhenti, bahkan anak itu sudah tertidur digendongan Zia. Suasana di dalam mobil terasa sepi, karena tidak ada obrolan diantara mereka.

Pada akhirnya Zia memberanikan diri untuk memastikan keadaan Riko, "kakak baik-baik aja?"

Riko menoleh sejenak sebelum fokus kembali ke depan, "kenapa nanya gitu?"

"Soalnya dari tadi kak Riko diem terus, gak kaya biasanya."

"Emang biasanya gimana?" Tanya Riko, sengaja ingin memperpanjang obrolan.

"Biasanya kakak selalu bahas banyak hal, atau nanya sesuatu ke Zia. Nah sekarang jawab pertanyaan yang tadi, kakak baik-baik aja?"

"Kakak baik-baik aja, Zi."

"Terus kenapa dari tadi diem terus?"

"Di situasi panik kaya tadi, kakak bingung mau nanya apa."

Zia mendengus sebal, "tapi kan kakak bisa nanya keadaan anak Zia."

"Kamu lupa? Tadi kakak nemenin kamu di ruang pemeriksaan, bahkan kakak tau apa aja yang kamu obrolin sama dokter."

Benar, tadi Riko ikut dengannya ke dalam ruangan. Lantas mengapa Zia terkesan memaksa Riko untuk banyak bicara?

Lagipula harusnya Zia mengerti mungkin saja Riko kelelahan dan tidak sempat istirahat, jadi laki-laki itu tidak ingin banyak bicara.

"Zia inget, ko. Oh ya, tadi kakak ada perlu apa ke rumah?"

"Tadinya kakak mau minta air minum, lupa beli pas pulang kerja."

Zia manggut-manggut, sedetik kemudian ia menolehkan kepalanya pada Riko.

"Kenapa?" Tanya Riko heran.

"Jadi, dari tadi kakak belum minum?"

"Belum."

"Maafin Zia, ya."

"Gak papa, nanti mampir di minimarket beli air galon."

Kurang lebih lima belas menit, mobil Riko sudah terparkir di halaman rumah Zia. Tidak lupa juga membeli air galon yang diletakkan di bagasi mobil untuk persediaan minum di kostan.

"Kakak nganter sampai sini aja, gak enak sama warga kalau ikut masuk ke dalem." Riko berhenti didepan pintu, tidak berniat masuk ke dalam rumah. Bukan apa-apa, hanya saja kalau ada warga yang melihat maka akan menimbulkan kesalahpahaman.

Anulika [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang