🍁--empat puluh dua

20.4K 1K 141
                                    

"Maaf, saya tidak bisa menepatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, saya tidak bisa menepatinya."

-Ardan Pradana-
________________________________________

Setelah berbincang dengan Riko, Vina pergi menuju ruangan Ardan untuk memberitahu pria itu mengenai keputusannya. Senyum manis tidak luntur sedikit pun dari bibirnya, saat ini Vina benar-benar bahagia.

Rasanya Vina ingin mengumpulkan banyak orang dan mentraktir mereka sebagai perayaan karena sebentar lagi mimpinya akan segera terwujud.

Tiba didepan ruangan, Vina berpapasan dengan Hera. Dulu perempuan itu selalu tersenyum ramah padanya, tapi sekarang tidak. Hera malah mengacuhkannya dan tidak menatap Vina sedetikpun.

Vina mengedikkan bahunya acuh, tidak peduli dengan perubahan sikap Hera. Mungkin saja beliau masih kesal.

"Hai," Vina menutup kembali pintu yang baru saja dibuka. Kakinya melangkah maju mendekati Ardan yang masih berbaring.

"Kamu kenapa?" Tanya Vina karena Ardan tidak membalas sapaannya.

Sedangkan yang ditanya hanya diam saja, enggan membuka mata yang masih terpejam. Ardan sedang mengumpulkan keberanian saat ini, maka biarlah begini dulu untuk beberapa menit kedepan.

Sepuluh menit kemudian Ardan membuka mata, tangannya menepuk bagian samping kasur, meminta Vina untuk duduk disana agar lebih dekat dengannya. Vina pun menurutinya dengan senang hati.

Suasananya begitu hening, menambah rasa gugup Ardan untuk berbicara. Menghela nafas sejenak lalu menghembuskan perlahan, "Vina," panggilnya.

Vina mengernyit bingung saat Ardan memanggilnya, "kenapa? Tumben banget kamu panggil nama aku."

"Ada yang ingin saya bicarakan sama kamu."

Vina semakin bingung karena ucapan Ardan kali ini berbeda dari biasanya, "apa?"

"Saya ingin mengakhiri hubungan ini," ucap Ardan terkesan ambigu bagi Vina. Perempuan itu semakin melebarkan senyumnya, "bagus dong, kamu pasti udah gak tahan ya sama Zia?"

"Hubungan saya dengan kamu, bukan Zia." Ah, kenapa rasanya begitu sakit. Ardan menatap lekat wajah Vina yang masih tersenyum, sepertinya ucapan Ardan barusan dianggap candaan.

"Bercandanya gak lucu, sayang." Vina terkekeh geli, sedangkan hatinya sudah tidak karuan.

"Apa wajah saya terlihat seperti orang bercanda?"

Vina menggeleng, saat ini wajah Ardan sangat serius. Cara menatapnya pun beda dari biasanya, kali ini terkesan dingin.

"Aku gak mau hubungan ini berakhir, kamu udah janji mau nikahin aku. Tepati janji kamu."

"Maaf, saya tidak bisa menepatinya." Lagi dan lagi hati Ardan terasa sakit. Tapi Ardan ingat perkataan sang mama, Hera bilang lebih baik sakit sementara daripada menyesal selamanya. Ardan tidak mau menyesal dikemudian hari, jadi lebih baik mengakhiri hubungannya saat ini.

Anulika [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang