🍁--tujuh belas--🍁

23.2K 1.3K 58
                                    

Zia duduk diatas kasur dengan nyaman, didepannya ada meja lipat berukuran kecil yang digunakan untuk menopang tangan sekaligus menyimpan makanan ringan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zia duduk diatas kasur dengan nyaman, didepannya ada meja lipat berukuran kecil yang digunakan untuk menopang tangan sekaligus menyimpan makanan ringan. Jarinya bergerak membuka setiap halaman novel yang sedang dibaca. Sampai tidak terasa Zia sudah menghabiskan waktu tiga jam untuk menyelesaikan cerita tersebut.

Setelah menutup buku, Zia baru sadar bahwa ponsel miliknya tidak ada di kamar. Beberapa menit mengingat-ingat, akhirnya Zia ingat terakhir kali dia membawa ponselnya yaitu saat memeriksa luka Ardan.

"Beresin ini dulu abis itu ngambil hp," monolog Zia sembari merapikan meja dan tempat makanan ringan yang sudah kosong. Novel yang sudah dibaca, Zia letakkan di rak berbeda.

Sekarang kamarnya sudah rapi seperti semula. Tibalah saatnya pergi ke kamar Ardan untuk mengambil ponsel. Oh ya, di lantai dua hanya ada kamar Ardan saja. Jadi begitu menaiki tangga dan berjalan beberapa langkah, pintu kamar pria itu akan langsung terlihat.

Zia mengetuk pintu kamar beberapa kali, "pak?"

"Tunggu sebentar," sahutan dari dalam membuat Zia tersenyum lega. Pintu kamar terbuka menampilkan Ardan yang menatap bingung ke arahnya, "ada apa?"

Zia menjelaskan tujuannya menghampiri Ardan, beruntung suaminya mengizinkan membuat Zia tersenyum senang. Butuh waktu beberapa menit sampai ponsel itu ditemukan. "Udah ketemu," seru Zia kelewat bahagia.

"Ada dimana?"

"Itu dibawah selimut."

Ardan tersenyum menanggapi, dia sungguh tidak menyadari ponsel Zia tertinggal di kamarnya. Terlebih warna kedua benda itu sama persis. Selain itu setelah tadi Zia memeriksa lukanya, Ardan pergi ke balkon kamar untuk bersantai sekaligus menghirup udara segar.

Ponsel Ardan berdering nyaring, nama orang kepercayaannya terus terpampang dilayar ponsel. Tapi dia tidak berniat untuk menjawab panggilannya, hari ini terasa malas sekali membicarakan pekerjaan.

Zia mulai risih mendengarnya, "pak itu ada telepon masuk, lho." Kata Zia memberi tahu, padahal Ardan sudah mengetahuinya.

"Kamu mau menjawabnya?" Ardan menawarkan, barangkali wanita itu bersedia berbicara dengan Yesa. Orang kepercayaan Ardan.

"Memangnya itu siapa?"

"Yesa." Walaupun Yesa sering kali menggodanya dan menimbulkan kesalahpahaman dari pekerja lain. Tapi sejauh ini kinerjanya sangat bagus, jadi selama Yesa tidak melewati batasan Ardan pasti tetap mempertahankannya.

Zia nampak berfikir sesaat sampai panggilan tersebut terputus karena tak kunjung mendapat jawaban. Tidak lama kemudian Yesa menelepon kembali.

"Selamat sore, pak." Sapa Yesa, nada bicaranya sengaja dilembut-lembutkan diiringi desahan kecil. Entah apa maksudnya, yang pasti Zia mual saat mendengarnya.

"Ada apa?" Tanya Ardan tanpa membalas sapaan Yesa. Zia juga setelah benyak berfikir malah menolak untuk berbicara.

"Tumben sekali hari ini bapak gak ke cafe."

Anulika [Hiatus]Where stories live. Discover now