🍁--tiga puluh satu

15K 864 30
                                    

Suasana pagi ini begitu canggung dengan Ardan yang terus menatap Zia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Suasana pagi ini begitu canggung dengan Ardan yang terus menatap Zia. Perempuan itu tengah sibuk dengan kegiatannya mengeringkan rambut dimeja rias.

Ardan ingin menghampirinya tapi kehadirannya takut mengganggu, maka dari itu lebih baik melihat dari kejauhan. Tapi tidak terlalu jauh, karena jarak kasur dengan meja rias tidak terlalu jauh.

Sejenak ia terpana saat Zia merapihkan rambutnya. Apalagi perempuan itu mengenakan baju kaos berlengan pendek, membuat lengan bagian atasnya yang putih mulus terekspos.

Pikirannya mulai berhalusinasi, membayangkan kehidupan yang bahagia bersama Zia dengan anak-anaknya kelak yang menjadi bagian dari kisah indahnya.

Tanpa disadari bibirnya melengkung membentuk senyuman, baru membayangkan saja sudah membuatnya bahagia pikirnya.

Tapi beberapa detik kemudian Ardan tersadar, ia segera mengenyahkan halusinasinya yang tidak akan pernah terjadi.

Sementara itu, ponselnya sudah berdering karena ada panggilan masuk. Sayang sekali, sambungannya sudah terputus karena Ardan terlalu lama mendiamkannya.

Ia berinisiatif untuk membuka aplikasi chat, ternyata ada banyak pesan masuk dari Vina.

Perempuan itu menerornya dengan kata-kata rindu yang dihiasi emoticon love. Tapi dipesan terakhir, perempuan itu mengirim lima emoticon menangis karena suaminya sedang berada di rumah. Jadi sementara waktu mereka berdua tidak bisa bertemu.

Sementara itu Zia yang sudah selesai mengeringkan rambut, merapihkan kembali peralatannya.

"Zia mau beli bubur dulu, mau nitip gak?" Zia berdiri diambang pintu sembari menatap Ardan, meminta jawaban dari pria itu.

"Saya antar."

"Gak usah, Zia bisa sendiri."

"Pokoknya saya antar."

Zia menggeleng mantap, ia sengaja ingin keluar sendiri untuk menghindari Ardan. Tapi pria itu malah ingin mengantarnya. "Zia bisa sendiri, bapak tunggu aja disini."

"Tapi kamu perempuan, bahaya kalau keluar sendiri."

"Umm, bahaya, ya? Terus kalau bahaya, kenapa kemarin bapak nyuruh Zia pergi?"

Pria itu diam, bingung harus menjawab apa. Karena kenyataannya memang begitu, kemarin Ardan menyuruhnya untuk pergi.

"Gak bisa jawab? Jadi biar Zia aja yang pergi."

Ardan segera meraih pergelangan tangan Zia, menahannya agar tidak pergi keluar. "Saya saja yang pergi, kamu tunggu disini."

"Silahkan." Ia kembali ke dalam kamar, mengambil ponselnya lalu memainkan game bubble.

Permainannya sangat seru, sampai Zia tidak sadar kalau Ardan belum kembali setelah pergi keluar tiga puluh menit yang lalu.

Ia hendak pergi ke ruang tv untuk memastikan keberadaan pria itu, tapi tidak ada tanda-tanda kemunculannya.

Anulika [Hiatus]Where stories live. Discover now