🍁--empat puluh sembilan

14.4K 1K 74
                                    

"Dia, bukan perempuan yang saya harapkan kehadirannya saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia, bukan perempuan yang saya harapkan kehadirannya saat ini."

- Ardan Pradana -
________________________________________

Ardan diam mematung di ambang pintu, menatap seorang perempuan yang tengah melambaikan tangan padanya.

Perempuan itu tersenyum manis, perlahan dia turun dari brankar dan berjalan menghampiri Ardan. Tanpa mengatakan apapun, dia langsung memeluk erat tubuh Ardan. Menyalurkan rasa rindu yang terus mengganggu pikirannya.

"Vina," ucap Ardan sembari memeluk tubuh Vina tidak kalah eratnya.

"Iya, sayang?" Vina mengurai pelukan, beralih menatap mata Ardan yang juga menatapnya.

"Cepat sembuh."

Vina mengangguk antusias, "aku pasti cepet sembuh, karena sekarang ada kamu disini." Setelah mengatakan itu, Vina berjinjit berniat mencium pipi Ardan. Sayangnya Ardan mendongak, membuat Vina kesulitan menjangkaunya.

"Jangan berlebihan."

"Maksud kamu apa?"

Ardan berjalan mundur, memberi jarak diantara mereka. Sorot matanya menajam kala Vina berusaha mendekat, "pelukan itu, anggap saja sebagai salam perpisahan. Mulai sekarang jangan ganggu kehidupan saya lagi, urusi urusanmu sendiri, semoga bahagia."

"Salam perpisahan? Aku gak ngerti, perpisahan apa maksud kamu?"

"Berhenti pura-pura tidak tahu!" Setelah itu Ardan pergi meninggalkan Vina. Kini hatinya sedikit lega setelah menyampaikan salam perpisahan pada mantan kekasihnya, meskipun ada perasaan tidak tega saat melihat respon dari Vina.

Berbanding terbalik dengan Vina, hatinya terasa hancur berkeping-keping. Seorang pria yang sangat diharapkannya ikut pergi meninggalkan dirinya, Vina benar-benar hancur sekarang. Perasaan marah, kesal, dan kecewa bercampur menjadi satu.

Tangisnya pecah didepan ruang rawat inap, hingga tidak lama kemudian tangisan itu berubah menjadi tawa yang terdengar mengerikan bagi siapapun yang mendengarnya.

"Ibu Vina?" Nina mengusap bahu Vina, tetapi tangannya langsung ditepis kasar.

"Zia? Ayo ikut saya, kamu harus mati!" Vina kembali tertawa, tangannya meraih pergelangan tangan Nina. Menganggap perawat itu sebagai Zia yang sudah menghancurkan hidupnya.

Sudah pasti Nina menolaknya, ia takut Vina berbuat macam-macam. Tapi cekalan itu tidak bisa dilepas karena tenaga Vina cukup kuat, menimbulkan rasa sakit dan perih secara bersamaan.

"Lepas, bu."

"Enggak! Gara-gara kamu Ardan berubah, dia pergi, dia ninggalin saya. Kamu harus tanggung jawab perempuan sialan!"

"Tapi saya bukan Zia, saya Nina." Jawab Nina dengan suara bergetar, ia benar-benar merasa takut sekarang.

"Cih, mau mengelak?" Vina tersenyum miring, lalu menarik kasar pergelangan tangan Nina dan membawanya entah kemana.

Anulika [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang