🍁--empat belas--🍁

24.3K 1.3K 65
                                    

Zia sudah sampai di apartemen dan langsung mengganti sendalnya menjadi sendal rumahan, setelah itu barulah pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zia sudah sampai di apartemen dan langsung mengganti sendalnya menjadi sendal rumahan, setelah itu barulah pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Keluar dari kamar mandi tenggorokan Zia terasa kering, kebetulan juga air minum di atas nakas sudah habis. Dia pergi ke dapur untuk mengisi gelasnya yang kosong, ditengah-tengah aktivitasnya Ardan datang memasuki dapur.

"Habis dari mana?" Ardan berusaha merubah pola pikirnya yang kekanakan. Tadi sebelum pulang dari cafe, Yuda datang menemuinya lalu memberikan banyak sekali wejangan. Ada beberapa perkataan Yuda yang sangat menampar hati kecilnya, oleh sebab itu mulai sekarang dia akan mencoba menerima kehadiran Zia. Seperti halnya yang dilakukan wanita itu.

Zia mengambil gelas yang sudah terisi penuh, "Zia abis dari kostan, tadi ada teman sekolah kesana."

"Dia tau tentang pernikahan ini?"

"Enggak, dia cuma pengen tau alasan Zia gak sekolah."

"Asal kamu tau Zia, saya membuat pilihan seperti itu bukan tanpa alasan." Ardan menatap intens wajah Zia yang bertanya-tanya namun terlihat ragu untuk mengatakannya, "katakan saja."

"Zia pengen tau alasannya, pak."

"Kita bicara disana," Ardan berjalan lebih dulu menuju ruang tengah. Tidak enak sekali rasanya membahas hal serius sambil berdiri di dapur, kalau di ruang tengah kan mereka bisa duduk santai.

Setelah mendapat posisi nyaman Ardan kembali bersuara, "pernahkah kamu berfikir bagaimana pendapat mereka jika mengetahui keadaan kamu sekarang?"

Zia menggeleng, sejauh ini Zia hanya fokus pada keinginannya untuk bersekolah tanpa memikirkan pandangan orang lain.

"Tapi kamu tau konsekuensi yang akan diterima saat mereka mengetahuinya?"

"Memojokkan?" Tanya Zia ragu-ragu.

"Itu salah satu konsekuensi yang akan kamu rasakan, mungkin juga mereka akan merendahkan kamu. Apa kamu siap menghadapinya?"

Jika membahas tentang merendahkan harga diri, sebenarnya hal itu sudah Zia rasakan. Bahkan suaminya lah yang dulu melakukannya. Zia berfikir cukup lama mencoba mencari gambaran tentang hal apa saja yang akan dia dapatkan saat teman-temannya tahu tentang keadaan dia.

Jujur saja Zia adalah tipe orang yang tidak pernah mendapat masalah selama di sekolah, baik dengan  teman, adik kelas, ataupun guru pengajar. Tidak dapat terbayangkan bagaimana jadinya jika dia benar-benar dipojokkan, mungkin akan sangat merusak kesehatan mentalnya.

"Berarti keputusan yang Zia ambil sudah benar ya, pak?"

Dahi Ardan mengernyit bingung, dia tidak tahu keputusan apa yang diambil istrinya. "Beritahu saya," pinta Ardan.

"Zia memilih berhenti sekolah, pak." Tangannya meremat celana yang dikenakan. Hatinya terus berusaha meyakinkan, bahwa ini adalah keputusan yang tepat.

Anulika [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang