🍁--delapan--🍁

32.1K 1.8K 24
                                    

Mobil hitam Ardan memasuki halaman rumah mewah milik orang tuanya, kemudian memanggil seorang supir pribadi Hera untuk memarkir mobil Ardan ke dalam garasi

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Mobil hitam Ardan memasuki halaman rumah mewah milik orang tuanya, kemudian memanggil seorang supir pribadi Hera untuk memarkir mobil Ardan ke dalam garasi. Sementara Ardan dan Zia pergi memasuki rumah dan berencana membicarakan soal pernikahan yang belum diketahui Zia.

Zia terpesona melihat kemewahan rumah tersebut, dalam hatinya terus terlontar kata pujian bagi sang pemilik rumah. Kaki Zia terus melangkah mengikuti Ardan dan berhenti di sebuah ruangan yang cukup luas.

"Selamat sore nak Ardan, sebentar lagi tuan dan nyonya datang kemari." Kata sambutan itu berasal dari bi Minah, selaku asisten rumah tangga yang sudah bekerja cukup lama disana.

"Iya, bi. Tolong buatkan teh hangat untuk tamu kami."

"Baik."

Ardan menatap Zia sejenak, "duduk."

"Iya."

Terdengar langkah kaki yang semakin mendekat, ketika melihat kedatangan anggota keluarganya, Ardan berdiri dan tersenyum tipis. Hal itu tak luput dari pandangan Zia.

Hera tersenyum ramah pada Zia, begitupun Hamdan dan Alena. "Udah lama nunggunya?" Tanya Hera basa-basi, anggap saja sebagai pemanasan sebelum masuk ke topik pembahasan.

"Belum lama, tante."

"Aduh, suaranya lembut banget." Senyuman dibibir Hera belum luntur sedikit pun, ini pertemuan pertama mereka tapi rasanya seperti bertemu teman lama.

Hamdan dan Alena paham sekali bahwa Hera sangat menantikan kedatangan Zia, jadi tidak aneh jika responnya terbilang berlebihan.

Disela-sela perbincangan, bi Minah kembali memasuki ruangan sambil membawa tray berisi beberapa jenis minuman. Karena setiap anggota keluarga memiliki selera minuman berbeda.

Setelah memastikan bi Minah keluar dari ruang keluarga, Hamdan berdeham pelan bersiap memulai inti pembahasan. Sebelumnya mereka sempat memperkenalkan identitas masing-masing, namun Zia belum menyadari bahwa Alena adalah wanita yang bertegur sapa dengannya kala itu.

"Nak Zia."

"Iya, om?

"Begini, kami semua mengetahui apa yang sudah terjadi diantara kalian berdua. Kami minta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan putra kami, dan maksud kami mengundang kamu kemari untuk membahas perihal pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh Ardan."

Hamdan menjeda ucapannya beberapa saat, "kami tahu ini sulit bagimu, nak. Tapi izinkan Ardan untuk menikahi kamu, izinkan dia bertanggungjawab atas kesalahannya."

Zia belum memberikan tanggapan apapun, dia masih berusaha mencerna setiap perkataan yang disampaikan Hamdan.

"Zia?" Entah sejak kapan Hera pindah ke samping Zia, beliau mengusap tangan Zia penuh kelembutan. Hera tahu menikah dengan pria yang sudah memperkosanya bukanlah hal mudah, tapi bagaimana nasib remaja malang ini jika Ardan tidak menikahinya.

Anulika [Hiatus]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz