🍁--lima puluh dua

11.6K 797 51
                                    

"Cukup sulit menjadi seorang kakak, untuk perempuan yang kita cintai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cukup sulit menjadi seorang kakak, untuk perempuan yang kita cintai."

- Riko Anggasta -
________________________________________

Zia bernafas lega setelah Riko berhasil memarkirkan mobilnya di halaman rumah yang belum diketahui siapa pemiliknya.

"Masuk duluan aja, Zi. Kakak mau ambil koper dulu di bagasi." Ucap Riko sembari berjalan menuju bagasi mobil.

Didalam bagasi ada dua koper dengan warna yang berbeda, Riko hanya mengambil salah satunya. Sementara yang satunya lagi ia biarkan di dalam sana.

Dahinya mengernyit saat melihat Zia masih berdiri ditempat semula, "Kenapa masih disini?" Tanya Riko, tangannya mengambil alih tas coklat berisi keperluan baby Gal yang tersampir di bahu Zia.

"Zia malu kak kalau masuk duluan."

"Ya udah, ayo masuk."

Riko berjalan lebih dulu, diikuti Zia di belakangnya. Kedatangan mereka disambut oleh perempuan berumur yang tersenyum ramah ke arahnya.

"Assalamualaikum, bu."

Perempuan yang disapa bu itu menghampiri Riko. "Waalaikumsalam, nak Riko ya?"

"Iya, saya Riko."

"Yang disebelah ini istri kamu, nak?"

Riko dan Zia saling pandang sejenak sebelum akhirnya Riko menggeleng pelan, "bukan, bu. Ini Zia, adik saya."

Zia merasa tidak nyaman saat Riko mengenalkan dirinya sebagai seorang adik, padahal sudah jelas ialah yang memulainya lebih awal dengan menganggap Riko sebagai kakak.

"Oalah, ibu kira istri kamu. Kalau begitu, ini kunci rumahnya. Semoga betah ya tinggal disini, ibu permisi dulu."

Riko menerima kunci yang diberikan ibu tersebut, lalu memberikannya pada Zia. "Mulai sekarang kamu tinggal disini, ini kuncinya jangan sampai hilang."

"Tinggal disini?"

"Iya, ini tempat tinggal baru kamu. Untuk kedepannya kamu akan tinggal disini sama baby Gal."

"Kak Riko juga tinggal disini?"

"Enggak, kakak tinggal di kostan sebrang rumah ini. Tapi kakak titip mobil di halaman ya, soalnya disana cuma ada parkiran buat motor."

"Terus yang bayar uang sewa rumah ini siapa?" Zia bergerak gelisah, ia tidak mungkin bisa membayarnya. Untuk bekerja saja Zia belum terpikirkan karena harus merawat sang anak.

"Kakak beli rumah ini buat kamu, gak usah mikirin uang sewa lagi. Kamu cukup tinggal disini dengan nyaman, kalau ada apa-apa bisa telepon kakak."

Riko membeli rumah itu dengan sistem menyicil, sehingga sertifikat kepemilikannya belum diberikan karena belum lunas. Perihal menyicil ini akan dirahasiakan dari Zia agar perempuan itu tidak terbebani dengan segala macam pikiran.

Anulika [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang