🍁--dua puluh satu

20.2K 1.1K 4
                                    

Zia menatap sendu keluar kaca mobil, pasalnya disana banyak anak sekolah yang berlalu lalang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Zia menatap sendu keluar kaca mobil, pasalnya disana banyak anak sekolah yang berlalu lalang. Pikirannya membayangkan suasana kelas, kantin yang sangat ramai saat jam istirahat, perpustakaan tempatnya membaca buku, kegiatan olahraga dilapangan bersama Pak Manto, dan terakhir suasana ricuh karena beberapa siswa mengeluh akibat kepanasan saat upacara hari senin.

Semua hal itu membuatnya rindu dan ingin kembali sekolah, tapi apalah daya sekarang dirinya sedang mengandung sehingga tidak memungkinkan untuk kembali sekolah.

Tangannya terulur untuk mengusap perut datarnya memberikan kehangatan kepada calon anaknya.

Sedari tadi Ardan terus memperhatikan Zia melalui sudut matanya, terlihat jelas bagaimana tatapan sendu itu saat melihat anak sekolah yang berlalu lalang.

Menghela nafas sejenak sebelum tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Zia, "kenapa, hm?"

Zia menoleh menatap Ardan, kepalanya menggeleng pelan dengan senyum yang dipaksakan.

Ardan tidak bertanya lagi, membiarkan Zia melanjutkan kembali kegiatannya mengusap perut.

Sebenarnya Ardan tahu, benar-benar tahu kalau itu adalah anaknya. Tapi untuk menganggapnya sebagai seorang anak rasanya sangat sulit, karena dia sendiri tidak sepenuhnya sadar saat melakukan hal tersebut.

Mulutnya menolak saat orang lain mengatakan kalau itu anaknya, tapi hatinya malah menghangat. Selalu ada perasaan bahagia yang timbul dihatinya saat orang lain mengatakan kalau itu anaknya, tapi Ardan terus menerus menolak kenyataan itu.

"Sudah sampai," ucap Ardan saat mobilnya berhenti didepan cafe.

Semenjak hari pernikahannya Ardan belum mengunjungi cafe lagi, jadi ia pikir ini adalah waktu yang tepat. Niatnya akan pergi sendiri ke cafe, tapi Zia terus memaksa ingin ikut karena bosan jika terus-terusan diam di apartemen.

Zia dan Ardan keluar dari mobil lalu memasuki cafe bersama dengan Ardan yang menggenggam tangan Zia, membuat beberapa karyawan cafe menatap heran keduanya.

Ardan tidak ambil pusing, ia hanya menganggapnya angin lalu.

Cklek

Pintu ruangan Ardan terbuka, tangannya masih setia menggenggam tangan Zia dan mengajaknya masuk ke dalam.

"Kamu duduk disini, ya." Ardan meminta Zia untuk duduk sofa, disana sudah tersedia aneka makanan ringan dan beberapa jenis minuman. Semuanya disiapkan karyawan cafe tersebut atas perintah Ardan.

Zia mengangguk, "iya, pak."

Ardan tersenyum tipis kemudian pergi ke meja kerjanya. Disana dia disibukkan dengan beberapa data mengenai pemasukan, pengeluaran, dan penjualan cafe selama dirinya tidak masuk kerja.

Setelah melihat data cafe, Ardan beralih ke berkas yang dibungkus dengan map. Map tersebut berisi surat pengajuan kerjasama beberapa hari lalu, namun Ardan baru melihatnya secara langsung hari ini.

Anulika [Hiatus]Where stories live. Discover now