🍁--dua puluh sembilan

14.7K 952 38
                                    

Sampai saat ini, air matamu masih menjadi kelemahanku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai saat ini, air matamu masih menjadi kelemahanku.
- Riko Anggasta -
________________________________________

Setelah mengantar Vina, Ardan memilih pulang ke apartemen karena tubuhnya terasa lelah.

Saat pintu apartemen sudah terbuka, Ardan langsung masuk dan mengganti sepatunya menggunakan sandal.

Ia berjalan melewati dapur dan ruang tv, tapi tidak melihat sosok Zia disana. Suasana apartemen pun terasa sepi.

"Zia?" Panggil Ardan sembari menaiki anak tangga.

Tetap tidak ada sahutan, hingga Ardan masuk ke kamar dan terdengarlah suara gemercik air dari kamar mandi.

Ardan menghela nafas lega lalu pergi berganti pakaian ke ruangan yang ada di sebelah kamar mandi.

Baru saja ia membuka bajunya, tapi pintu tersebut tiba-tiba terbuka dan terlihatlah Zia yang hanya menggunakan handuk.

Ardan langsung menutup bagian perutnya menggunakan tangan, sedangkan Zia langsung berbalik badan.

"Kamu ngapain disini?" Ardan membuka suara terlebih dahulu, kemudian memakai baju kaos yang dipegangnya.

"Zia mau pake baju," ucapnya sedikit terbata karena rasa gugup.

Ardan tidak menjawab lagi, ia malah melepas celananya kemudian menggantinya dengan cepat.

"Saya sudah selesai, silahkan." Ardan pergi dari ruangan tersebut.

Sedangkan Zia segera mengambil pakaian yang akan dipakainya hari ini.

Tidak menghabiskan waktu lama, karena lima menit berikutnya Zia sudah keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menghampiri Ardan.

"Pak." Zia ikut duduk didekat Ardan dan menatap lekat pria itu.

"Kenapa?"

"Zia mau minta sesuatu, boleh?"

"Apa yang kamu mau? Uang?"

Zia menggeleng, "bukan."

"Lalu?"

"Zia pengen bapak usap perut Zia sebentar aja, mau ya?" Perempuan itu berbicara dengan nada gugup, ia takut Ardan menolak permintaannya.

Bahkan tangannya terasa dingin dengan detak jantung yang begitu cepat.

"Saya tidak bisa." Ardan beranjak pergi menuju kasur dan merebahkan tubuhnya disana.

Zia menunduk, hatinya terasa sakit saat pria itu lagi dan lagi menolaknya.

Air matanya mengalir deras membasahi pipi dan Zia langsung menghapusnya karena ia tidak mau dicap sebagai perempuan cengeng oleh suaminya.

"Zia keluar dulu." Setelah berpamitan Zia langsung pergi keluar, ia berjalan menuju taman kecil didekat dapur.

Anulika [Hiatus]Where stories live. Discover now