Eternal Love (2)

38.4K 3.7K 123
                                    

Ren sudah ditangani oleh dokter terbaik di rumah sakit tempat mereka bekerja. Pria itu juga sudah melewati masa kritisnya. Ren sempat tidak bernapas dan itu membuat Dero, Nico, serta Kinkan seperti dihantam palu besar.

"Keluarga Mas Ren mana?" tanya Kinkan penasaran karena tidak melihat satu pun orang yang datang dengan embel-embel keluarga Ren ke arah mereka.

"Ibu Ren ada di rumah sakit jiwa," Dero yang bersuara untuk menjawab pertanyaan wanita itu.

Kinkan menahan napas mendengarnya. Rumah sakit jiwa? Apa ibu Ren gila? Tidak. Mungkin ia bekerja di sana, pikir Kinkan.

"Ayahnya?"

"Meninggal setahun yang lalu," lanjut Dero.

"Tepatnya sehari setelah kamu berangkat ke LN," timpal Nico.

Kinkan merasa kakinya seketika lemas. Ia tidak mendengar kabar apa pun lagi tentang Ren semenjak malam itu. Malam kejujuran yang menyakitkan.

"Gue gak tahu sekeras apa usaha Ren buat bikin ibunya sembuh. Tapi tiap gue lihat dia balik ke rumah sakit setelah jenguk ibunya, gue tahu itu bukan perjuangan yang mudah. Ren selalu nangis. Ren selalu mengutuk ayahnya."

Kinkan masih diam. Ia tidak paham ke mana pembicaraan dua sahabat Ren itu. Hanya saja, Kinkan menangkap kalau kondisi ibu Ren benar-benar tidak baik dan itu ulah ayahnya.

"Ren cuma punya ibunya. Dan dalam kondisi saat ini, ibunya jelas gak akan bisa nemenin dia," lanjut Dero yang diangguki oleh Nico.

"Lo balik aja. Naljja pasti nungguin. Biar gue yang jaga Ren di sini," kata Nico.

Dero menghela napas, ia melihat jam di pergelangan tangannya. Masih pukul 8 malam. Mungkin ia akan tinggal hingga pukul 9 menemani Nico juga.

Ponsel Nico berdering. Pria itu menerima panggilan masuk dari sopir pribadinya. Lalu Nico menatap Kinkan yang kini tampak melamun.

"Sopir udah di bawah. Kamu pulang sama sopir," suruh Nico setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Mas gimana?" tanya Kinkan. Ia enggan untuk beranjak. Ia masih memikirkan kondisi Ren.

"Mas jaga Ren di sini. Kamu pulang. Jangan bikin Mami sama Papi khawatir. Ayo," Nico beralih Pada Dero, "gue nganter Kinkan ke bawah dulu," katanya yang diangguki oleh sang sahabat.

Dengan penuh keterpaksaan, Kinkan mengikuti langkah kaki Nico meninggalkan ruang perawatan Ren.

Kinkan tetap diam hingga ia masuk ke dalam mobil dan kendaraan itu membawanya menjauhi rumah sakit. Kinkan tahu Nico akan curiga jika ia terus saja bersikeras bertahan di sana. Tapi...

"Kin, sadar. Jangan gegabah lagi kayak dulu," gumam Kinkan dan mencoba mengenyahkan bayangan Ren di benaknya.

Mobil membawa Kinkan ke rumah orangtuanya. Kinkan turun dari mobil dan melangkah memasuki rumah mewah yang menjulang tinggi itu.

Telinganya disambut dengan suara tangis bayi yang memekakkan telinga. Langkah Kinkan semakin cepat menuju lantai 2 di mana kamarnya berada.

"Mi, kenapa?" tanya Kinkan saat melihat ibunya tengah menenangkan bayi di gendongannya.

"Syukurlah kamu pulang, Dek. Mami gak tahu lagi harus gimana biar Quin gak nangis. Padahal lagi tidur, dia tiba-tiba kayak kaget gitu terus nangis kejer begini."

Kinkan mengambil alih bayi di dekapan ibunya dan menimangnya dengan penuh kasih sayang.

"Cantik, kenapa nangis? Ini Bunda, Nak. Jangan takut. Tenang, ini Bunda."

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن