BARRA 2

22.2K 3K 88
                                    

VOTE!
KOMEN!

***

Terhitung sudah 2 minggu Barra mengenal Bebel. Ia semakin menyukai wanita itu. Sifat aslinya juga mulai Barra ketahui perlahan dan itu yang membuat Barra ingin Bebel tetap berada di dekatnya.

"Senyum-senyum aja. Dari mana? Habis pergi sama Bebel ya?" tebak sang ibu saat Barra memasuki rumah dan menemukan ibunya duduk di sofa ruang tamu.

Barra mendekat. Ia mengecup pipi ibunya dan membaringkan kepalanya di paha wanita tersebut. Mata Barra terpejam masih dengan bibir yang melengkung indah.

"Mama suka Bebel?" tanya Barra.

"Suka. Andai aja adik kamu bisa sekalem Bebel, pasti Mama sayang-sayang banget deh," keluh ibu Barra.

Barra tertawa geli. Adiknya memang tidak bisa kalem dan sumber masalah sehingga beberapa bulan ini kedua adiknya diungsikan oleh sang ayah di daerah terpencil.

"Kamu dekat begini sama Bebel, bukan niat buat temenan aja, kan?" tanya ibu Barra, Aneisha.

Barra membuka mata, lalu menatap mata tua ibunya. Elusan lembut tangan Ane di rambutnya membuat Barra merasa nyaman. Bisa Barra rasakan dari tatapan itu ada rasa khawatir juga.

"Aku serius sama Bebel, Ma. Tapi belum dapat waktu yang pas buat ngomongin itu sama dia. Mama masih bisa nunggu, kan? Bebel pernah trauma dan aku sama dia baru dekat dua minggu ini. Aku masih harus usaha lagi buat yakinin dia," jelas Barra dengan lembut.

Ane mengangguk paham. Ia menunduk untuk mengecup kening putranya. Barra persis Abiyan yang sangat menghormati wanita. Ane bersyukur untuk hal itu. Setidaknya sifat baik suaminya menurun ke putra mereka.

"Iya. Mama gak bakal nuntut kalian buat cepat-cepat nikah kok. Mama cuma gak mau kamu main-main sama hubungan yang melibatkan perasaan, Bar. Mama gak mau kamu tanpa sadar bikin anak orang berharap dan merasa sakit," kata Ane.

"Bar, awas! Cari istri sana! Enak aja manja-manja sama istri Papa!"

Barra dan Ane sontak menoleh. Ada Abiyan yang baru saja memasuki rumah dengan 1 wanita 25 tahun dan 1 lagi gadis remaja mengikutinya di belakang. Barra beranjak dari posisinya dan membuka kedua lengannya sehingga 2 orang tersebut berlari untuk memeluknya.

Ane menatap Abiyan dengan banyak pertanyaan. Abiyan hanya tersenyum dan mendekati sang istri, lalu mencuri kecup di bibirnya.

"Kamu bentar lagi ulang tahun, masa anak-anak gak lengkap," bisik Abiyan.

Ane mengerjap menatap suaminya. Jelas sekali ekspresi wanita itu cukup terkejut. Ia bahkan lupa tanggal kelahirannya karena sibuk memikirkan Barra.

"Pasti lupa," decak Abiyan yang sudah hafal sifat istrinya.

Ane terkekeh, "makasih, Sayang," bisiknya dan kembali menyatukan bibir mereka.

"Ma, ke kamar!" tegur putri kedua Ane dan Abiyan yang kini memberikan tatapan kesal.

Barra menarik kedua adiknya untuk duduk dan mengalihkan tatapan dari kegiatan mesum kedua orangtua mereka. Barra menanyakan banyak hal selama kedua adiknya itu tinggal di daerah terpencil. Barra meminta maaf juga karena tidak bisa datang ke sana karena titah tegas Abiyan.

"Mas minta jangan berulah lagi ya. Kali ini bisa aja Papa lebih nekat lagi. Atau kalian bisa diungsikan ke pelosok negeri."

Kedua adik Barra bergidik ngeri saling bertatapan. Ayah mereka memang suka sekali memberikan hukuman yang mengerikan. Diungsikan adalah pilihan utamanya. Alasannya karena Abiyan tidak mau Ane sakit kepala melihat tingkah kedua putri mereka itu. Ketenangan Ane adalah prioritas Abiyan.

"Dan mereka hidup bahagia meskipun anaknya gak di rumah," gumam adik bungsu Barra.

"Gak bakal kepikiran. Orang kalian di sana cuma gak dibolehin keluar sama Papa. Selebihnya bebas," balas Barra.

"Iyasih. Mbak beli tas sama sepatu baru lagi. Kalau Mama tahu, Adek yakin sih bakal ngamuk," kekeh si bungsu.

"Siapa suruh anteng aja di rumah sementara kita di sana gak bisa ke mana-mana," sahut adik kedua Barra.

"Kalian udah makan?" tanya Ane.

"Mama gak kangen gitu sama kita? Kita anak kandung Mama loh," kesal si bungsu.

"Yang bilang anak pungut siapa?" tanya Ane dengan galak.

Abiyan dan Barra terkekeh geli. Kalau mereka sudah berkumpul begini sudah dipastikan rumah akan terasa ramai dan berisik karena suara Ane dan kedua putrinya.

"Peluk dulu kek! Gak tahu aja berat badan aku turun lima kilo," keluh si bungsu lagi.

"Turun apanya, pipi kamu makin kembang, Dek. Jajannya juga banyakan di sana. Kalian kira Mama gak tahu apa-apa?"

Keduanya mendadak ciut. Ane mendekat. Ia berdiri sambil berkacak pinggang menatap kedua putrinya yang menunduk takut.

"Sini," kata Ane mengulurkan kedua tangan.

Kedua putrinya tersenyum lebar dan berlomba memeluk Ane dengan erat sehingga tubuh wanita itu sedikit mundur beberapa langkah. Pemandangan itu membuat Barra dan Abiyan tersenyum.

"Jangan nakal lagi. Atau kalian Mama kasih ke orang lain buat diadopsi," ancam Ane.

"GAK MAU!"

Abiyan tertawa, sedangkan Barra merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Benda itu bergetar menandakan pesan masuk.

Mas, aku kecelakaan.

Tiga kata itu berhasil membuat kinerja jantung Barra berpacu lebih cepat. Ia berdiri dan berlari meninggalkan ruang tamu dengan 4 pasang mata yang menatap bingung padanya.

Barra mengemudi sembari mendial nomor Bebel. Wanita itu kecelakaan dan Barra sedang berdoa kalau keadaannya baik-baik saja.

"Share lokasinya, Bel," suruh Barra saat panggilannya diangkat oleh Bebel.

Setelah pesan berisi lokasi Bebel masuk ke ponselnya, Barra semakin memacu laju mobilnya untuk secepat mungkin sampai di sana. Barra harus memastikan kondisi Bebel seperti apa.

Di tempat kecelakaan Bebel menggigit bibir dengan tubuh yang gemetar karena orang yang menabraknya memanggil sekelompok geng berbadan besar. Sekitar 6 orang dan Bebel sendirian.

Tak lama kemudian Bebel melihat mobil Barra mendekat, lalu berhenti tepat di belakang mobilnya. Bebel hampir menangis karena takut akan nasibnya. Melihat Barra mendekat dengan gagah dan langkah berani ke arah mobilnya membuat Bebel sedikit merasa lega.

Bebel membuka pintu mobil saat Barra berada dekat dengannya. Pria itu berbicara entah apa pada sekelompok orang itu, lalu mereka berlalu begitu saja mendekati orang yang menjadi lawan kecelakaan Bebel.

"Kamu gak papa?" tanya Barra menyentuh kedua lengan Bebel dan menatap tubuh wanita itu dari atas kepala hingga ujung kaki.

"Mereka bilang apa?" tanya Bebel sembari menggeleng kecil menjawab pertanyaan Barra.

"Mereka yang bakal urus korbannya."

"Aku korbannya," sela Bebel.

Barra mengerjap, ia menatap 2 lelaki yang kini dibawa oleh 6 orang berbadan besar itu.

"Kamu yang ditabrak?"

Bebel mengangguk, "aku berhenti di sini sebentar karena hapeku jatuh ke bawah kursi, terus mereka nabrak aku. Lihat, mobilnya penyok," jelas Bebel sembari menunjuk depan mobilnya.

Barra menarik Bebel ke pelukannya, lalu mengecup kening wanita itu cukup lama. Bebel sampai membeku karena tidak tahu harus melakukan apa untuk hal mendadak ini.

"Mas khawatir banget, Bel. Mas kira kamu kenapa-napa," bisik Barra.

"Maaf," cicit Bebel merasa bersalah.

***

Vote dulu kalo mau lanjut! Bab sebelumnya juga!

Gak vote, gak lanjut, langsung PO🤤

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang