My Cold Step Sister (2)

33.4K 2.3K 53
                                    

Menurut Adhisti, jika ayahnya tidak menikah secepat itu, ia pasti akan mencoba menerima semua hal di masa depan. Termasuk jika orangtuanya memang menemukan pasangan baru. Tapi ini terlalu cepat. Adhisti bahkan belum bisa mengendalikan diri saat itu. Ia syok dan terguncang karena perceraian itu tiba-tiba baginya.

Ditambah lagi dengan wanita yang dinikahi ayahnya. Adhisti benar-benar merasa dunia begitu kejam memberikan kejutan untuknya. Adhisti tidak membenci ibu tirinya. Sungguh. Ia menghormati wanita itu sebelumnya. Tapi tidak lagi sekarang. Ia tidak ingin membuka diri untuk siapa pun.

Adhisti memasukkan kembali bingkai berisi potret dirinya dengan Mega. Sejak kecil mereka selalu bersama. Mega seharusnya tahu perasaan Adhisti. Tapi nyatanya wanita itu berubah seketika ketika orangtua mereka menikah. Tidak ada lagi keakraban. Meski Natan masih tetap berusaha dekat dengannya, tapi Adhisti tidak terlalu menggubrisnya.

Ketukan di pintu kamar membuat Adhisti berseru menyuruh masuk orang di luar sana. Pintu terbuka dan sosok Mega yang masuk. Wanita itu menatapnya, lalu melempar sebuah benda ke pangkuan Adhisti.

"Perek lo. Hamil anak siapa lo?"

Adhisti mengernyit tak paham. Ia meraih benda itu dan semakin bingung. Ia tahu itu alat tes kehamilan. Tapi kenapa Mega melemparkan padanya? Ini bukan punya Adhisti.

Tidak mau ambil pusing, Adhisti melempar benda itu hingga masuk ke dalam tong sampah di sebelah meja rias. Hal itu membuat Mega seketika kesal. Ia mendorong Adhisti yang berdiri di depannya. Wanita itu hendak mengusir Mega, tapi gerakannya kalah cepat sampai Mega lebih dulu mendorongnya hingga terduduk di tepi kasur.

"Lo sama Natan ada hubungan gila, kan? Jujur sama gue!"

Adhisti berdiri dan Mega kembali mendorongnya. Kali ini wanita itu menindihnya dan menekan leher Adhisti sampai matanya membelalak. Adhisti tidak tahu kalau Mega bisa senekat ini.

"Lepas!" seru Adhisti kesulitan bernapas.

"Jangan bikin malu keluarga! Lo anak pengusaha ternama, Adhisti! Lo gak mikir gimana bokap lo kecewa, hah?! Lo gak mikir gimana karir Natan bisa hancur?! Lo mau ngerusak semuanya? Natan--"

Adhisti berhasil melepaskan diri. Ia menatap Mega dengan nyalang, lalu berdecih jijik.

"Harta bikin lo buta. Natan kurang tajir sampai bokap gue juga diporotin?" sindir Adhisti.

"Gak ada hubungannya sama Mama gue!"

"Ada lah," kekeh Adhisti. "Lo ngatain gue perek. Sebutan nyokap lo apa dong? Hamil di usia belia karena main gila sama guru. Terus anaknya digugurin. Nikah. Hamil lagi si Natan. Terus elo. Lakinya mati. Malah nikah sama bokap gue. Ada spesies di bawah perek emang?"

Satu tamparan keras mendarat di pipi Adhisti. Wanita itu sampai berpaling dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Adhisti bisa merasakan pipinya kebas. Bahkan ia tidak tahu semerah apa kulitnya.

Adhisti menoleh menatap pelaku yang menamparnya. Tatapannya seketika berubah dari dingin menjadi benci. Adhisti berlalu keluar dari kamar dengan langkah cepat mengabaikan teriakan Mega memanggilnya.

"Lo gila, hah! Bibirnya berdarah anjing!" maki Mega pada Natan.

Natan terdiam dengan tangan gemetar. Ia seperti bukan Natan. Bahkan ia tidak pernah menyakiti Mega. Tapi kali ini ia malah menyakiti Adhisti dengan tangannya sendiri. Sial.

Natan berlari keluar dari kamar Adhisti. Ia mengejar Mega yang lebih dulu mengikuti langkah Adhisti.

"Mana?" tanya Natan terengah.

"Udah pergi. Gak sempat gue cegat."

Natan mengusap wajahnya, lalu memasuki mobil dengan tergesa. Ia yakin Adhisti akan pergi ke suatu tempat yang ia tahu. Wanita itu tidak memiliki siapa pun di sini. Keluarganya berada di kota berbeda bahkan di luar negeri. Natan tidak mau terjadi apa-apa pada Adhisti. Apalagi ini sudah sangat larut malam.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang