CARAKA

25.6K 2.5K 106
                                    

"Olin sama siapa?"

"Mau gue temenin gak, Lin?"

"Olin tambah seksi aja."

"Lin, nikah yuk!"

Sepasang kaki jenjang melangkah melewati gerombolan pria hidung belang. Wanita yang disapa Olin itu hanya menggeleng geli mendengar berbagai ucapan yang terlontar untuknya.

"Lin, sini!"

Olin melambai pada salah satu wanita yang memanggilnya untuk bergabung di sebuah meja sudut dekat jendela. Olin senang bisa kembali berkumpul dengan teman dan sahabatnya semasa sekolah.

Kini usia Olin sudah menginjak 26 tahun. Harusnya wanita dewasa seusianya memiliki kesibukan yang bermanfaat. Seperti bekerja misalnya. Tapi Olin berbeda. Ia tidak suka bekerja dan lebih suka membuat masalah. Sampai ibunya sendiri memberikan ultimatum. Jika di usia 26 tahun ini Olin belum juga mendapatkan pekerjaan, maka wanita itu harus siap untuk dinikahkan dengan pilihan ibunya.

"Katanya lo mau dijodohin, Lin, benar ya?"

Olin menggeleng mendengar pertanyaan itu. "Gosip dari mana itu?" tanyanya.

"Emak lo cerita ke emak gue."

Olin menghela napas. Ibunya memang dekat dengan ibu sahabat Olin yang bernama Sindi itu. Tapi apa harus menceritakan semuanya pada ibu Sindi? Olin seperti tidak memiliki privasi apa pun.

"Tapi benar deh, Lin, di sini cuma lo doang yang gak punya pacar atau calon suami. Kita semua punya. Lo gak takut nanti makin tua makin susah nyari cowok?"

Olin menatap temannya yang memberikan pertanyaan itu. Posisi mereka yang duduk berhadapan membuat Olin memperhatikan penampilan wanita itu.

"Hidup itu gak semua tentang pasangan. Kalau sendiri bahagia, kenapa harus berdua? Yang berdua juga belum tentu bahagia. Lo kok kurusan sih? Kurang liburan kayaknya," kekeh Olin yang diikuti oleh Sindi.

Sindi tahu kalau Olin bermulut pedas dan blak-blakan mengomentari penampilan seseorang. Tapi tidak ke semua orang. Olin tahu tempat dan situasi. Kalau seperti ini ya wajar, Olin benci digurui oleh orang yang tidak tahu siapa dirinya.

"Hai," sapa suara seorang wanita yang baru datang.

Olin memutar bola mata kesal. Ia kenal suara itu dan ia muak mendengarnya. Kenapa dia harus datang sih? Merusak mood Olin saja.

"Gue boleh gabung gak? Sekalian mau kasih undangan."

"Nikah lo?" tanya teman-teman Olin serentak.

"Belum. Tunangan."

Olin dan Sindi saling pandang, lalu tersenyum sinis. "Baguslah. Akhirnya lo dikasih kepastian juga sama tuh laki," sindir Sindi.

Wanita itu menatap Sindi dengan pandangan tak suka, kemudian ia beralih menatap Olin yang kini juga menatapnya. Senyum wanita itu melebar dan mengulurkan tangan memberikan sebuah undangan kepada Olin.

Olin mengambilnya, lalu membaca nama yang tertera di sana. Senyum Olin ikut melebar. Benar dugaannya. Pria itu benar-benar harus diberi pelajaran karena sudah berani menantang Olin.

"Semoga lancar sampai hari H ya," kata Olin.

Semua orang mengobrol dan membicarakan banyak hal. Seputar kerjaan bagi yang bekerja. Ada yang mengeluh soal rumah tangga bagi yang sudah menikah. Ada juga yang bercerita tentang hubungannya. Olin hanya menjadi pendengar.

Olin melirik temannya yang tadi memberikan undangan beranjak dari duduknya. Olin dan Sindi ikut beranjak dan mengikuti wanita itu.

"Lo sibuk malam ini? Mau ke tempat gue gak? Kita minum. Hitung-hitung sebagai perayaan acara tunangan lo nanti," kata Olin.

Temannya itu tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk. Olin tersenyum dan membiarkan saja wanita itu berlalu dari hadapannya. Sedangkan Sindi menggeleng tak percaya.

"Gue harap lo gak bikin dia mati berdiri," kata Sindi.

Olin terkekeh dan merangkul sahabatnya pergi dari sana.

***

Olin tengah berdandan saat bel apartemennya berbunyi. Ia meninggalkan meja riasnya dan berlalu menuju pintu. Saat membuka benda itu, wajah temannya yang Olin lihat.

"Masuk," ajak Olin.

Teman Olin masuk dan meneliti setiap sudut ruangan apartemen. Mewah dan berisi perabotan mahal. Dalam hati ia bertanya-tanya tentang apartemen mewah ini. Pasti unit ini merupakan hadiah dari orangtua Olin.

"Sindi mana?" tanyanya.

"Masih di jalan. Lo nunggu bentar gak papa? Gue belum selesai dandan soalnya," kata Olin.

"Gue ikut deh. Mau lihat kamar lo," balas teman Olin.

Olin tersenyum. Ia sudah menduga hal ini. Sejak dulu temannya itu tidak berubah. Bahkan rela mengkhianati Olin hanya untuk sebuah mobil. Olin tidak akan pernah lupa bagaimana wanita itu membuatnya salah paham dengan kekasihnya saat itu sampai mereka putus.

"Lin, lo tinggal sendiri?" tanyanya.

"Hm. Kadang berdua sih."

"Sama Sindi?"

Olin terkekeh, "gak lah. Bisa dicincang sama suaminya kalo gue ajak dia nginep di sini."

"Terus sama siapa?"

"Cowok gue," jawab Olin. Ia bisa melihat keterkejutan di raut wajah temannya itu.

"Lo tinggal sama cowok lo? Seriusan? Orangtua lo?"

"Mereka kan punya rumah. Lagian ini apartemen juga hadiah dari cowok gue," jelas Olin.

Wajah teman Olin semakin terkejut. Olin sudah menduga kalau wanita gila harta seperti temannya itu pasti akan menerka-nerka siapa yang menjadi kekasih Olin dan apa pekerjaannya.

"Shit," umpat Olin saat mendengar pintu apartemennya terbuka dan tertutup kembali.

"Cowok gue datang. Lo masuk sana buruan! Dia gak suka gue bawa orang ke sini gak bilang dulu," kata Olin menarik lengan temannya untuk masuk ke dalam sebuah lemari besar yang setengahnya masih kosong belum terisi apa pun.

Olin tersenyum saat wajah temannya begitu panik dan menurut saja ia seret ke dalam lemari. Olin mengubah pintu lemari ke mode menjadi cermin sehingga kini ia bisa melihat pantulan dirinya di dalam sana. Sedangkan dari dalam lemari, teman Olin menganga karena kini ia bisa melihat keseluruhan kamar Olin. Tadinya ia hanya menatap kegelapan di dalam lemari. Lemari Olin saja secanggih itu.

Posisi lemari yang berhadapan dengan ranjang Olin membuatnya menelan ludah. Kamar Olin sungguh kamar impiannya sejak dulu. Andai saja ia bisa menggoda pria kaya dan meminta banyak hal untuk kepuasan dirinya, mungkin ia akan mengalahkan Olin.

Olin tampak cantik dengan balutan gaun seksi. Belahan di bagian dada membuat payudara padatnya semakin terlihat menggoda. Olin berdiri di ambang pintu dan memeluk seorang pria yang wajahnya tidak terlihat jelas dari posisi teman Olin di dalam lemari.

"Aku lagi meeting tapi kamu ngirim foto gituan. Kamu kira aku bakal fokus, hm?"

"Sengaja. Aku tahu kamu bakal ke sini buat ini," Olin mengecup bibir kekasihnya dan mengelus tonjolan di balik celana pria itu.

"Sayang..."

Olin terkekeh saat tubuhnya digendong oleh kekasihnya. Olin menunjuk ranjang dan langkah pria itu menuntun mereka ke sana. Olin terbaring dengan kekasihnya yang menindih di atas. Mereka bercumbu mesra dengan kedua paha Olin yang terbuka lebar memperlihatkan celana dalam berwarna senada dengan gaunnya. Merah.

Olin tersenyum disela cumbuan panas mereka. Ia yakin temannya di dalam lemari kini menyaksikan semuanya dengan jelas.

Di dalam lemari, teman Olin membekap mulut untuk menahan jeritan terkejutnya. Ia mengenal pria yang kini tengah mencumbu Olin dengan penuh damba itu. Calon tunangannya.

"Mas Caraka," gumamnya.

***

Kali ini agak-agak ygy🌚

Ngeri kehaluan Mami kalo musim hujan💆🏻‍♀ #plak

Sanggup buat baca lanjutannya gak nih? Apa eneg mau muntah?

Follow instagram @devimarliza_ untuk info update dan promo atau PO!

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Where stories live. Discover now