CARAKA END

22.4K 2.3K 29
                                    

Caraka menatap Olin dengan pemujaan. Wanita itu sukses membuatnya merasa puas hanya dengan permainan mulut dan lidah saja. Adik kecil Caraka muntah begitu banyak di dalam mulut hangat Olin. Olin buang? Tentu saja. Wanita itu menarik selimut menutupi setengah tubuh Caraka, lalu berlari ke kamar mandi untuk membasuh mulutnya.

"Pakai celananya. Aku gak mau bagi-bagi," kata Olin saat ia mendekati Caraka dan berdiri menghadap lemari.

Olin tersenyum ketika mengubah mode pintu lemari menjadi gelap di dalam sana. Pasti Nadin mengumpatinya saat ini. Olin yakin sekali wanita itu kacau melihat adegan tak senonoh yang ia suguhkan secara langsung.

"Udah," Caraka mendekat dan memeluk tubuh Olin dari belakang. Ia mengecup tengkuk wanita itu berulang kali seiring tangan Olin yang menarik pintu lemari.

"Keluar," suruh Olin menatap Nadin.

Caraka mengangkat wajah. Ia menatap wanita di dalam lemari yang kini juga menatapnya. Pandangan Caraka seketika berubah dingin.

"Kenapa dia di sini?" tanya Caraka.

"M--Mas... Aku gak bakal batalin pernikahan kita. Aku tetap bakal lanjutin semuanya kayak rencana Kakek," ujar Nadin dengan kedua tangan meremas bajunya.

Olin tersenyum sinis menatap Nadin. Pandangannya begitu mencemooh. Nadin hina sekali. Jelas-jelas Caraka tidak menginginkannya. Dasar wanita gila keras kepala.

"Kamu nikah sendiri. Saya menolak perjodohan bodoh itu sejak awal."

"Mas lupa sama pesan Kakek? Kalau Mas Caraka menolak, Mas gak bakal dapat sepersen pun warisan Kakek," jelas Nadin dengan senyum kemenangan.

Olin mendongak untuk menatap Caraka. Jadi, kekasihnya diancam dengan harta warisan? Pantas saja selama ini Caraka selalu sibuk bolak-balik ke rumah sang kakek. Pasti pria itu pusing dengan masalahnya ini.

Caraka terkekeh pelan sambil geleng-geleng kepala. "Nadin... Nadin... Kalau kamu pikir saya menginginkan harta warisan tua bangka itu, kamu salah. Sejak awal terjun di dunia bisnis, saya gak pernah menerima sepersen pun uang bantuan dari dia. Bisnis saya murni hasil keringat saya. Dari titik terendah sampai di titik saya sekarang ini, si tua bangka yang jadi tameng kamu itu gak pernah ikut campur. Kalau kamu memang menginginkan harta itu, silakan. Ambil aja. Atau kami nikahi sekalian Kakek saya."

Olin beralih menatap Nadin yang kini terdiam tidak berkutik. "Lo dengar, kan? Caraka gak butuh harta apa pun. Pacar gue udah kaya raya, gak butuh sumbangan dana apalagi harus nikah sama cewek perek kayak lo," ejek Olin.

Nadin melayangkan telapak tangannya untuk menampar Olin. Belum sempat mendekati wajah mulus wanita itu, lengan Nadin lebih dulu dicekal Olin.

"Lo jangan macem-macem sama gue. Sedikit aja tangan kotor lo ini nyentuh tubuh gue, hidup lo jadi taruhannya," desis Olin dengan tatapan tajam dan ekspresi kejam.

"Lebih baik kamu pergi. Stop nyebar undangan bodoh itu. Kamu cuma mempermalukan diri sendiri," usir Caraka.

"Hush..." Olin mengibaskan tangannya di depan wajah Nadin membuat wanita itu semakin terbakar amarah.

Nadin berlalu dari kamar Olin dengan langkah lebar. Terdengar bantingan pintu juga yang begitu kasar. Nadin melampiaskan kekesalannya pada pintu tak bersalah itu.

"Puas?" tanya Caraka. Ia membalikkan tubuh Olin agar berhadapan dengannya.

Olin mengangguk. Senyumnya perlahan terbit dan kakinya melompat dengan kedua tangan berpegangan di pundak Caraka membuat kedua lengan Caraka juga sigap menangkap tubuh Olin untuk ia gendong.

"Hape aku bunyi," kata Olin menunjuk meja rias di mana ponselnya berada.

"Mama," Olin turun dari gendongan Caraka, lalu menjawab panggilan ibunya, Aneisha.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Where stories live. Discover now