Tempting Enemy (End)

33.1K 2.9K 80
                                    

Amber tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain menahan napas. Suara berat dari laki-laki tersebut, serta pelukan lengan posesif di perutnya membuat Amber merasa tergelitik.

Wangi tubuh maskulin yang Amber rindukan. Wangi tubuh yang selalu membuat Amber tertidur setelah puas bercinta.

"Lepas," ujar Amber sembari menggeliat pelan ketika kulit lehernya diterpa napas hangat orang di belakangnya.

"Mafi, lepas!"

Amber berhasil lepas dari belitan lengan kekar Mafi. Ia berbalik menatap laki-laki itu yang kini malah tampak sedikit berubah. Ada yang aneh dari wajah tampan Mafi. Amber menghela napas pelan ketika sadar kalau laki-laki itu sedikit lebih kurus sehingga wajahnya menirus.

"Mave," panggil Mafi menatap lurus pada mata Amber.

Jantung Amber berdetak kencang. Panggilan itu baru ia ketahui artinya sehari yang lalu. Sejak awal mereka saling menyatukan diri, lalu sama-sama mendapatkan pelepasan hebat, Mafi sering kali menggumamkan satu kata itu di telinganya.

Mave.

Pipi Amber mendadak panas. Ia mengalihkan tatapannya ke arah lain asal tidak menatap mata Mafi. Ia takut lemah dan malah jatuh kembali dalam perangkap laki-laki itu.

"Mave,"

Lagi, Mafi kembali mengulang satu kata yang membuat tubuh Amber meremang. Kata itu memang terdengar aneh awalnya, tapi setelah tahu artinya, dada Amber menghangat. Ia seperti perempuan yang diinginkan.

Namun, saat kembali sadar akan kalimat Mafi dan Tio seminggu yang lalu, Amber mendadak murung. Mungkin ia tampak ceria di luar, tapi tidak ada yang tahu seperti apa hancurnya di dalam sana.

Mafi maju semakin mengikis jarak di antara tubuhnya dan tubuh Amber. Untungnya Amber tidak mengelak kali ini. Ia pasrah saat Mafi menyentuh pipinya, lalu mengelus lembut di sana.

"Maaf," bisik Mafi.

Seminggu tanpa Amber, Mafi menjadi tahu arti perempuan itu di hidupnya. Amber warna baru yang hadir menghiasi hari-hari gelap Mafi sebelumnya.

Mafi tidak mau kehilangan Amber-nya. Ia tidak akan melepaskan Amber meski perempuan itu membencinya, mungkin.

Entah keberanian dari mana Amber mengangkat telapak tangannya, lalu meletakkan telapak tangan itu di atas punggung tangan Mafi di pipinya.

Mafi tersenyum lembut. Ditatapnya Amber yang kini tampak bingung. Mungkin perempuan itu merasa aneh dengan sikap Mafi yang tiba-tiba berubah.

"Aku kangen kamu," Mafi kembali berbisik. Kening Amber semakin berkerut dan tatapannya tampak kian bingung mendengar sebutan Mafi untuk mereka.

Aku dan kamu.

"Mafi, ini—"

"Kita bisa mulai semuanya dari awal. Aku salah. Maaf."

Amber menggeleng, lalu perlahan mundur. Mafi menatap nanar pada telapak tangannya yang menggantung di udara. Ia maju mendekat tapi Amber semakin mundur.

"Gue bukan barang pengganti," kata Amber.

Mafi mengangguk kala berhasil meraih pinggang Amber. Ia terlihat sedikit ketakutan ketika Amber menatap dingin padanya.

"Maaf," bisik Mafi lagi.

Amber hendak melepaskan diri, tapi Mafi semakin mengeratkan dekapan lengannya di pinggang Amber.

Tidak ada lagi kalimat yang terucap. Mafi hanya membuktikan ketakutannya dengan sebuah tindakan. Ia mendekap tubuh Amber semakin erat dengan wajah yang kian mendekat. Hidung mereka bersentuhan dan napasnya sama-sama memberat.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora