Sweet Orange (2)

26.3K 2.9K 125
                                    

Sekitar 1 minggu Jingga tinggal bersama Brindha dan Dana. Hasratnya untuk kembali ke rumah begitu besar, tapi saat tahu kalau kedua orangtuanya dalam perjalanan bisnis ke luar negeri, Jingga memilih untuk tetap berada di rumah adik ayahnya itu.

Satu jam yang lalu adiknya memberi tahu kalau kedua orangtua mereka akan kembali nanti malam. Jingga senang luar biasa. Ia mengemasi barang-barangnya untuk segera pulang.

Merasa diperhatikan oleh seseorang, Jingga menoleh. Ada Brindha yang berdiri di ambang pintu sembari bersedekap dada. Wanita itu menatapnya dengan senyuman geli di bibirnya.

"Yakin mau pulang? Enakan di sini tahu," katanya.

"Enakan di rumah. Bisa nonton sampai pagi tanpa ada pol PP Razia tiap malem," balas Jingga.

Brindha tertawa. Ia melangkah masuk ke kamar keponakannya dan duduk di tepian kasur. Sementara Jingga duduk di atas karpet dengan beberapa barang yang berserakan di sana.

Seminggu loh mereka pergi. Bisa aja kan sekalian setor tunai tanpa hambatan," Brindha mulai melancarkan aksinya untuk mengompori anak Latika. Membuat Jingga kesal adalah kesenangan baginya. Meski Dana sering kali menegurnya karena Jingga akan berakhir menangis akibat keisengan tersebut. Tapi Brindha puas.

"Setor tunai? Bank?" tanya Jingga yang kini menatap Brindha lurus-lurus.

"Hm, bukan. Tunggu aja kabar beberapa minggu lagi. Kayaknya rumah kamu bakal nambah anggota."

Jingga langsung menatap sinis pada Brindha. "Mama gak boleh hamil lagi!" serunya mulai kesal.

Brindha mengulum bibir agar tidak terkekeh geli. "Kamu anak kecil gak tahu apa-apa, Kak. Percaya sama Tante, Mama sama Papa kamu itu alibi doang bilang perjalanan bisnis. Mereka bulan madu ketiga."

"Gak!"

"Lagian ya, gak papa juga sih nambah adik buat kamu. Toh, kalian udah besar. Mama kamu juga awet muda dan—"

"Muka doang. Umur tetap tua. Kayak Tante," balas Jingga kali ini dengan sunggingan sinis di bibirnya.

"Durhaka emang nih bocah," Brindha malah ikut kesal dengan ejekan Jingga padanya.

"Udah. Lagian kamu yang mulai duluan, Bri."

Jingga merasa menang saat mendengar suara Dana yang menegur Brindha. Pria itu berjalan mendekat dan duduk bersamanya di atas karpet.

"Mau Om antar apa sama sopir?" tanyanya sembari mengelus rambut panjang Jingga.

"Diantar Tante aja." Jingga mendekatkan bibirnya ke telinga Dana, lalu berbisik pelan. "Biar Tante ada kerjaan," lanjutnya.

Dana tertawa dan mengangguk. Pria itu balas berbisik juga di telinga Jingga. "Biar gak ngintilin Om terus, kan?"

Jingga kali ini yang mengangguk semangat. Dana kembali berbisik lagi dan kali ini lebih pelan dari sebelumnya.

"Biar bisa lirik Tante baru buat kamu," lanjutnya.

"Om Dana mata keranjang!"

Dana terbahak. Sedangkan Jingga memukul kesal lengan adik ayahnya tersebut. Jingga menoleh pada Brindha, lalu tersenyum lebar.

"Tapi kalau Tante nyari Om baru juga bakal gampang sih, secara..."

"Sembarangan!"

"Ih, sakit!"

Jingga mengusap kepalanya yang digetok oleh Dana. Mampus, si bucin cembukur.

***

Jingga memasuki rumah dan merasakan kerinduan yang begitu pekat menghantam dadanya. Ia rindu suasana rumah setiap hari. Ia rindu bagaimana Latika meneriakinya dan sang adik untuk segera ikut sarapan atau makan malam. Ia rindu omelan wanita yang melahirkannya itu.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Where stories live. Discover now