Eternal Love (End)

41K 3.3K 112
                                    

"Mau ke mana lo?"

Dero menahan Ren yang hendak turun dari ranjang. Pria itu jelas belum pulih sepenuhnya. Bahkan untuk berjalan jauh saja dokter menyarankan agar memakai kursi roda. Ren bisa saja pusing tiba-tiba. Apalagi kondisi kepalanya yang sempat perdarahan membuat kondisinya cukup serius.

"Gue mau lihat Kinkan," kata Ren dan terus berusaha untuk turun dari ranjang pasien sembari melepaskan alat-alat yang menempel di tubuhnya.

Ayah Nico sudah berpamitan karena khawatir dengan kondisi cucunya. Sehingga kini hanya ada Dero dan Ren saja di dalan ruang rawat pria itu.

"Ren, jangan gila. Kondisi lo masih rentan banget. Lagian itu bukan urusan kita. Kenapa lo-"

"Itu anak gue, Der. Gue yakin itu anak gue." Ren tetap bersikeras.

Dero mematung. Keningnya berkerut dalam mendengar ucapan yang dilontarkan sahabatnya. Anak Ren? Anak Kinkan anak Ren?

"Maksud lo?"

Dero menajamkan matanya menatap Ren yang kini sudah berhasil lepas dari alat-alat bantu di tubuhnya. Kakinya juga berpijak di lantai dan siap melangkah.

"Ren, lo gak bercanda, kan?!" seru Dero mulai panik.

"Anak Kinkan anak gue, Der! Gue yakin!" balas Ren berteriak kesal.

"Lo gila! Sumpah, lo gila Ren!" Dero menahan lengan Ren tapi segera ditepis oleh pria itu.

Ren melangkah meninggalkan ruang rawatnya. Ren menuju ke ruangan dokter anak yang tak jauh dari sana.

"Ren!"

"Lepas anjing! Gue harus lihat anak gue!" Ren berteriak marah karena langkahnya selalu saja dihalangi oleh Dero.

Dero tidak tahu saja kalau saat ini Ren sedang menahan segala kesakitan di tubuhnya. Belum lagi rasa sakit yang menggerogoti hatinya.

Ren berhasil keluar. Dero mengikutinya dan terkejut mendapati Nico yang kini berdiri di dinding sebelah pintu. Dero mendadak gagap untuk sekadar berbicara.

"Nic, lo..."

Nico tidak bersuara. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi ruang rawat Ren. Dero mengumpat berulang kali karena rasanya sekarang dunia mau kiamat. Semuanya terasa mencekik. Aura Nico yang tenang begitu menandakan tidak ada yang akan baik-baik saja ke depannya.

"Cepet tua gue punya dua anjing begini," gumam Dero frustasi.

Di ruangan dokter anak, Kinkan mengusap pipinya yang basah. Hampir 5 bulan ini bayinya tidak pernah demam dan menangis sekencang ini. Bayi gembul itu juga tidak pernah rewel dan marah ketika digendong oleh orangtua Kinkan.

Tapi kali ini, setelah tadi bayi itu habis menyusu di tubuhnya, suhu tubuhnya naik drastis. Tangisnya pecah memekakkan telinga. Berbagai cara yang biasanya Kinkan lakukan untuk menenangkan si bayi tidak lagi berhasil.

"Sayang... Ini Bunda, Nak..." Kinkan terus saja menangis sembari menimang putrinya yang semakin keras menangis.

"Dokter Ren," sapa dokter anak yang menangani putri Kinkan.

Kinkan sontak menoleh bersamaan dengan kedua orangtuanya. Kinkan menahan napas kala tatapan Ren kini terpaku lurus ke bayi di dekapannya.

"Mas Ren..." gumam Kinkan putus asa.

Ren semakin mendekat pada Kinkan. Kini hanya jarak beberapa senti saja ia berdiri di depan Kinkan. Ren menatap mata Kinkan. Tatapan putus asa yang wanita itu berikan membuat Ren mengeraskan rahangnya.

Kinkan membiarkan saja saat tangan Ren menyentuh kepala putrinya. Dengan ajaibnya, tangis bayi itu mereda meski masih ada sisa isakan yang terdengar.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Where stories live. Discover now