enam belas.

8.8K 896 873
                                    

Sudah sekitar setengah jam tangisan Ayden tidak kunjung berhenti. Bocah mungil itu menangis sejadi jadinya hingga sesenggukan, tubuhnya berguling kesana kemari menendang semua mainan di depannya dan enggan di pegang oleh siapapun. Renjun yang mendudukan dirinya di sofa hanya bisa menghela nafas pelan melihat anak sulungnya yang sedang tantrum itu. Entah apa yang membuatnya kesal atau apa yang dia rasakan hingga menangis tidak berhenti seperti ini.

Renjun masih mencoba menenangkan anak sulungnya itu, namun belum juga berhasil.

"Den Renjun, ini susunya si kakak" ucap Bibi Jum, ART yang ditugaskan untuk membantu Renjun membereskan Rumah mulai dari minggu lalu itu.

"Makasih bi" balas Renjun yang kemudian menerima susu yang berada di botol dot itu.

Renjun mendekat ke arah Ayden yang masih menangis dengan kencangnya itu . Renjun mengatur nafasnya sejenak kemudian mendudukan dirinya di samping Ayden.

"Sayang, udah ya. Udahan ya nangisnya. Kakak anak pintar, kakak anak baik gak boleh nangis kayak gini ya"

Ayden tidak mengindahkan ucapan Renjun, bahkan bocah mungil itu memukul mukul tangan Renjun yang mencoba menggendongnya.

"Den, biar saya aja yang gendong si kakak. Ngeri den kalau kakak tantrum gini terus kena perutnya aden"

Renjun menggeleng, ia masih mencoba berfikir harus dengan cara apa lagi menenangkan Ayden ini. Karena tidak biasanya Ayden menangis seperti ini. Sudah segala cara Renjun coba, namun bocah yang sebentar lagi berusia dua tahun itu tidak mau berhenti menangis.

"Kakak kenapa ya bi? Gak biasanya dia kayak gini"

"Biasanya sih kalau anak bibi tantrum itu ya den, dia lagi kesal tapi gak tau cara ngungkapinnya. Atau bisa jadi dia juga mau sakit den, ngerasa badannya gak enak tapi dia gak tau cara bilangnya"

Renjun mengangguk paham. Ia masih membiarkan Ayden menangis sejadi jadinya.

"Bi, tolong siapin air hangat aja ya. Nanti kalau kakak nangisnya udah selesai mau saya mandiin"

Bibi Jum mengangguk, lalu ia segera melaksanakan perintah dari Renjun.

Renjun lagi lagi menghela nafas panjang menatap Ayden yang masih menangis itu. Mata bocah mungil itu sudah sembab kemerahan, hidungnya sudah berair dan suaranya sudah serak karena terlalu lama menangis membuat Renjun yang melihatnya ikut merasa sedih.

Selang beberapa menit, ponsel Renjun berbunyi dan ternyata ia mendapat panggilan video dari suaminya, Guanlin. Renjun pun segera mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa?" tanya Guanlin karena yang pertama kali ia dengar adalah tangisan nyaring dari Ayden

"Kakak lagi tantrum"

"Nangisnya udah lama? Itu suaranya sampe serak gitu"

"Udah setengah jam-an"

Terdengar helaan nafas dari sebrang sana

"Arahin hapenya ke kakak, yang. Biar gue yang coba bujuk kakak"

Renjun mengangguk dan mengarahkan ponselnya kepada Ayden. "Kak, nih Papa telfon nih"

Ayden menoleh sebentar ke arah ponsel Renjun. Namun tidak lama tangisnya kembali pecah.

"Kok makin kejer?!"

"Haduh lin, makin nangis dah si kakak ngeliat muka lo"

"Lah? Kok gue juga yang di salahin"

Renjun meletakan ponselnya menghadap Ayden. Ia pun kembali menghampiri Ayden mencoba menenangkan bocah mungil itu.

Kisah Papa Papi - GuanrenWhere stories live. Discover now