lima puluh tiga.

4.6K 645 94
                                    

Guanlin terbangun ketika suara tangisan nyaring dari anak bungsunya menyapa pendengarannya. Guanlin mendudukan dirinya, mengusap mata sebentar dan menoleh ke box bayi yang berada dua meter darinya.

"Yang?" ia meraba sampingnya mencari keberadaan suami mungilnya

"Lah? Kok gak ada?"

Tanpa mencari lebih dalam keberadaan Renjun, Guanlin lebih dulu mendekat kepada Mingrui dan menggendong bayi mungil itu agar kembali tertidur.

Butuh waktu sekitar lima belas menit hingga bayi mungil itu kembali tertidur, Guanlin menghela pelan, ia kemudian berhati hati meletakan Mingrui kembali ke dalam box bayi.

Guanlin menoleh sejenak kepada Ayden yang juga masih tertidur, ia mendekat membenarkan posisi selimut Ayden sebelum kembali mencari Renjun.

Guanlin berjalan menuju kamar mandi mencari keberadaan Renjun, namun nihil. Ia kemudian keluar, mencari ke satu persatu ruangan yang berada dirumahnya dan lagi tidak ada. Guanlin menghela pelan, ia mencoba untuk tidak kalut. Renjun tidak mungkin pergi jauh.

Saat melewati dapur, Guanlin menghentikan langkahnya ketika melihat pintu belakang setengah terbuka. Guanlin terlebih dulu melirik jam yang berada di ruang tengah, pukul dua malam.

Guanlin mengambil tongkat baseball yang berada di samping rak penyimpanan. Ia bergerak perlahan, takut jika yang ia fikirkan sekarang adalah benar.

Krekkk

Pintu belakang terbuka sempurna, Guanlin sudah mengangkat tinggi tongkat baseballnya namun ia mematung ketika melihat siapa yang berada di taman belakang rumahnya.

"Renjun?" panggilnya

Renjun yang tengah duduk di ayunan itupun menoleh. "Yang? Lo kenapa?" tanya Guanlin sembari mendekat.

Renjun tidak menjawab, namun Guanlin yang paham itu langsung memeluk suaminya. Tiba tiba saja Renjun menangis di pelukan Guanlin.

"Sayang? Kenapa?"

"Hikss... c-capekk"

Guanlin mengerutkan keningnya. "Capek kenapa? Lo kenapa yang?"

Renjun tidak menjawab, namun tangisnya semakin pecah. Guanlin membiarkan Renjun puas dengan tangisnya lebih dulu disbanding harus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Guanlin mengusap perlahan punggung Renjun, membuat tangis Renjun perlahan reda.

Renjun melepaskan pelukannya, ia menatap Guanlin begitu juga sebaliknya. "Kenapa?" tanya Guanlin lagi.

Renjun mengusap kasar matanya. "Capek"

Guanlin mengusap pipi Renjun perlahan, "Iya sayang, capeknya kenapa?"

"Capek ngurusin anak anak"

Guanlin terdiam sejenak, ia menarik tangan Renjun dan menciumnya pelan. "Kenapa sayang? Coba di bagi itu capeknya sama gue"

"Capek Lin, kakak akhir akhir ini gak mau lepas dari gue, Adek juga gak mau kalau gak gue gendong" Renjun menghela pelan, kembali mengusap air matanya. "Capek, gue bahkan sampai gak bisa makan dengan tenang"

Guanlin masih diam, mencoba membiarkan Renjun mengeluarkan semua keluh kesahnya. Memang beberapa hari ini Guanlin lebih jarang di rumah karena perusahaannya akan membuka cabang baru di luar pulau, jadi dia sering bolak balik Makassar Jakarta selama seminggu ini.

"Gue capek, gue gak nyesel kok jadi orang tua, gue Cuma lagi capek aja. Gak salah kan lin?"

Guanlin menggeleng pelan. "Gue kadang rindu bebasnya gue dulu sebelum punya anak, gue kadang rindu makan dengan tenang, tidur tanpa keganggu. Tapi gue gak nyesel, gue seneng punya mereka"

Kisah Papa Papi - GuanrenWhere stories live. Discover now