Delapan puluh delapan.

3.5K 484 48
                                    

Guanlin baru tiba di rumah sakit sekitar pukul 3 pagi. Ia benar benar meminta supirnya itu untuk melaju dengan kecepatan tinggi. Guanlin dengan air mata yang ia tahan segera berlari melewati lorong rumah sakit menuju IGD dimana suami dan kedua anaknya berada.

"Jenn" panggil Guanlin yang melihat Jeno menunggu di depan IGD dengan beberapa polisi disana.

"Pak, ini suami korban" ucap Jeno kepada Polisi sembari menunjuk Guanlin yang datang.

"Pak, saya mau minta keter—"

"Suami sama anak saya dimana?" Tanya Guanlin memotong ucapan polisi itu.

"Di dalam"

"Saya mau lihat mereka dulu. Baru saya bersedia memberikan keterangan" lanjutnya kemudian masuk. Ia tidak peduli seberapa banyak hartanya yang raib di bawa perampok. Yang ia pikirkan sekarang adalah keselamatan keluarganya.

Guanlin masuk dengan tergesa, ia dapat melihat Ayden yang terisak sembari memeluk Jaemin dan Mingrui yang tertidur di bed sampingnya ditemani oleh mamanya.

"Lin?" Panggil Jaemin. Guanlin dapat melihat mata Jaemin yang sembab sembari terus memeluk Ayden.

Guanlin mengangguk, ia mendekat pada Mingrui sejenak. ia mengecup pelan kening Mingrui. "Mama kaget banget lin. Mama langsung kesini sama mertua kamu. Papa sama Ayahnya Renjun yang ke rumah"

Guanlin mengangguk, mengusap pelan matanya. Ia kemudian mendekat pada Ayden. Jaemin perlahan melepas pelukan Ayden, namun pelukan itu mengerat. "Kakak, Papa disini" ucap Guanlin mengusap kepala Ayden agar ia mau melepaskan pelukannya pada Jaemin.

"Papaa.." cicit Ayden tanpa membuka matanya.

Guanlin mengerutkan keningnya, "kenapa?" Tanyanya pada Jaemin. "Ayden gak berani buka mata daritadi. Katanya takut" jawab Jaemin

"Ya Tuhan.." Guanlin kembali mengeluarkan air mata yang ia tahan sedaritadi, ia langsung mengambil alih Ayden untuk dipeluknya.

"Kakak, buka matanya ya? Papa disini. Jangan takut kak, ada Papa"

"Papa.. takut.. celem omnya paa.. gelap.. kakak takut.."

"Omnya udah pergi kak. Disini ada Papa. Papa bakal jagain kamu"

"Papa.." tangis Ayden kembali pecah, ia memeluk erat Papanya itu seakan tidak ingin Papanya pergi.

Cukup lama Guanlin mencoba menenangkan Ayden hingga anak sulungnya itu tertidur karena lelah. "Ma, Renjun dimana?"

"Renjun masih ditangani. Dia butuh transfusi darah, Bunda Renjun lagi nunggu hasil lab darahnya sebelum donorin ke Renjun"

Guanlin menarik nafasnya pelan, mencoba mengatur nafasnya. "Renjun dimana sekarang ma?" Tanyanya sedikit bergetar.

"Masih di ruang intensif. Belum boleh dikunjungi"

Guanlin mendongakan kepalanya, pertahanannya runtuh, ia kembali menangis di samping ranjang Ayden. Mama Guanlin yang melihat anaknya begitupun langsung membawanya kepelukannya.

"Ini salah Alin ma. Alin salah ninggalin mereka sendiri.."

Mama Guanlin tidak menjawab, ia memeluk erat anaknya membiarkan anak tunggal kesayangannya itu menangis meluapkan semua perasaannya.

Sekitar pukul 7 pagi, Ayden dan Mingrui sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Mereka tidak memiliki luka serius, namun Ayden disarankan untuk berkonsultasi dengan psikiater anak untuk mencegah traumanya.

"Dok, saya boleh nemuin suami saya?" Tanya Guanlin kepada dokter yang menangani Renjun.

"Boleh pak. Tapi pak Renjun masih tidur karena efek obat pereda nyeri. Jadi saya mohon jangan dibangunin dulu ya?"

Kisah Papa Papi - GuanrenWhere stories live. Discover now