Tujuh puluh sembilan.

3.7K 497 46
                                    

Setelah proses kuret yang memakan waktu tidak lebih dari satu jam, Renjun sudah diperbolehkan kembali menuju ruang rawat inapnya. Sebenarnya waktu pemulihan tidak begitu lama, namun dokter menyarankan agar Renjun tetap di inap 1 hari.

Guanlin kini tengah menyuapi Renjun. Keduanya tidak banyak mengobrol semenjak tadi malam. Mereka hanya mengobrol jika dokter datang atau anak sulungnya menelfon dan selebihnya mereka sama sama diam.

Bunyi ketukan pintu membuat keduanya menoleh, ternyata ada Haechan Jaemin dan suami mereka datang menjenguk.

"Renjunnnn" panggil keduanya bersamaan dan langsung masuk.

Guanlin berdiri dari duduknya, meletakan mangkok bubur yang ia pegang di nakas samping. Renjun memaksakan senyumnya menyambut kedua sahabatnya itu.

Guanlin mundur beberapa langkah agar memudahkan Haechan dan Jaemin memeluk suaminya. Guanlin kemudian menoleh kala pundaknya di tepuk oleh Mark.

"Gue turut berduka, lin" ucap Mark yang di angguki Guanlin.

"Mau ngobrol di luar aja gak? Biarin mereka ngobrol, kayaknya Renjun emang lagi butuh sharing sama mereka" ajak Jeno yang diangguki pelan Guanlin.

"Ren, gue keluar dulu ya?" Ucap Guanlin yang kemudian di angguki Renjun.

Setelah pintu tertutup, tangis Renjun langsung pecah kala kedua sahabatnya kembali memeluknya. Haechan dan Jaemin pun ikut menangis merasakan kesedihan yang Renjun rasakan.

"Gue bodoh banget" ucap Renjun disela tangisnya.

"Enggak, Ren. Jangan ngomong gitu, ini emang belum rejeki" saut Jaemin mencoba menenangkan sahabatnya itu.

Pelukan mereka terlepas, Jaemin dan Haechan kemudian duduk di sisi kanan dan kiri ranjang Renjun.

"Jangan nyalahin diri lo sendiri, oke? Ini semua udah takdir Tuhan"

"Harusnya gue lebih peka, Na. Dia ada di tubuh gue tapi gue juga gak sadar. Harusnya gue juga gak sesumbar bilang gak mau punya anak lagi, mungkin Tuhan ngehukum gue karena ini kali ya?"

"Ren, berhenti ngomong gitu"

"Gue bahkan sempat mikir mau gugurin pas gue tau gue hamil. Gue juga gak langsung ngasih tau Alin, gue jahat banget ya?" Lanjut Renjun masih terisak.

Haechan dan Jaemin saling pandang, keduanya pun langsung menggenggam erat tangan Renjun.

"Ren, kuatin diri ya? Lo masih punya Ayden sama Rui. Jangan berlarut larut ya sedihnya?" Ucap Haechan sembari mengusap punggung tangan Renjun.

"Gue tau ini berat banget buat lo ataupun Guanlin, Ren. Tapi mungkin ini emang jalan terbaik"

Renjun kembali terisak membuat kedua sahabatnya yang tidak tega kembali memeluknya. Disisi lain, Guanlin, Jeno dan juga Mark memilih mengobrol di kantin.

"Ayden sama Rui dimana lin?" Tanya Mark

"Di rumah mertua bang. Gak gue bolehin kesini dulu. Besok juga gue sama Renjun udah balik"

"Sabar ya lin"

Guanlin mengangguk, kembali menyesap kopi yang mereka pesan tadi. "Lo boleh cerita ke kita kalau lo butuh teman ngobrol lin" saut Jeno

Guanlin terdiam sejenak, "gue gak tau apa yang gue rasain sekarang. Sedih, marah, kecewa? Gue gak tau. Karena rasanya semua campur aduk"

"Gue gak tau kenapa Renjun diem aja pas tau dia hamil lagi, kenapa dia gak langsung ngomong ke gue. Kalau dibilang kecewa jujur gue kecewa, tapi gue juga gak bisa nyalahin Renjun sepenuhnya karena itu badannya Renjun. Dia yang lebih berhak nentuin dia mau ngandung anak gue lagi atau enggak"

Kisah Papa Papi - GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang