20. You Drive Me Crazy

1.7K 231 55
                                    


Eleanor's PoV

"Cepat kenakan sabuk pengamanmu. Kita akan menjemput Eloura terlebih dahulu sebelum pergi makan siang"

Aku menganggukkan kepalaku dan menarik sabuk pengaman yang terletak di tempat dudukku. Belum sempat terpasang, telepon genggamku berdering menandakan ada panggilan masuk. Aku melepaskan sabuk yang baru akan kupasang dan membuka tas untuk mengambil telepon genggamku.

Max

Tanpa berfikir dua kali, aku segera menjawab panggilan dari Max.

"Hello Eleanor baby!" Pekik Max di seberang sana. Aku menjauhkan telepon genggam dari telingaku karena suara Max yang sangat nyaring.

"What's up my dear baby deer?" Kataku sambil terkekeh. Louis menatapku tajam, dia berbicara tanpa bersuara. Hanya mulutnya yang bergerak – gerak dan bertanya "Siapa itu?"

Aku menatapnya malas dan memutar kedua bola mataku.

"Jadi gini El, aku diundang oleh orang tuanya Bella untuk makan malam bersama mereka. Bisakah kau membantuku untuk memilih pakaian yang akan kukenakan??"

Aku terkekeh sejenak, "You're a model and a fashion blogger but you can't choose any outfit for yourself? Seriosuly?"

"Ugh, shut up El. Aku membutuhkan bantuanmu, kau mau kan?" Rengek Max membuatku kembali tertawa.

"Tentu sa –" Ucapanku terhenti saat Louis mencondongkan badannya ke arahku. Dia menatapku tepat di anic mataku buatku kesulitan bernafas.

Klik

Louis memasangkan sabuk pengamanku. Setelah terpasang sempurna, ia menarik dirinya dariku kembali ke posisinya. Aku pasti memerah, aku tahu itu. Sial, sial, sial bunuh aku sekarang.

Suasana menjadi sangat canggung. Sangat. Canggung.

"El?" Suara Max membawaku kembali ke dunia nyata.

"Ah ya?" Jawabku. Bahkan aku baru ingat jika sedang berbicara dengannya.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah?" Tanya Max menyadari aku yang sempat mendadak diam.

"Uumm.. Tidak, tak ada yang salah. Tentu aku akan membantumu, namun aku harus pergi sekarang. Masih banyak yang harus kukerjakan. Bye, love you" Begitu selesai bcara, aku langsung mematikan sambungan telepon kami.

Suasana kembali hening dan awkward. Aku hanya menunduk dan bermain dengan kukuku, serta Louis yang hanya melihat ke jendela. Aku tidak tahu mengapa, namun aku lebih memilih diam kali ini. Louis benar – benar membuatku bingung dengan tingkah dan perkataannya. Ini bahkan belum sehari dan dia sudah membuatku blushing berkali – kali.

Setelah tidak melakukan apapun selama beberapa saat, akhirnya Louis menjalankan mobilnya. Aku mengangkat kepalaku dan memilih melihat ke jendela. Melihat orang – orang yang sedang makan siang di beberapa restoran yang kami lewati.

"Telepon dari siapa?" Suara Louis memecah keheningan di antara kami. Aku memalingkan wajahku ke arahnya dan mendapati wajah yang dulu selalu bersamaku selama hampir 4 tahun sedang mengemudi dengan serius. Aku memperhatikan wajahnya dengan perasaan rindu yang tiba – tiba menyerangku.

Wajah Louis ketika sedang serius merupakan salah satu dari hal – hal yang kusukai darinya. Oh Tuhan, lihatlah pahatanMu yang nyaris sempurna ini. Rahang kokoh yang mulai ditumbuhi bulu – bulu halus, mata birunya yang sedang fokus menatap jalan di depan, hidung mancungnya dan... Bibirnya yang membuatku selalu jatuh cinta.

"Hello nona, sudah puas memandangiku?" Tanya Louis bagaikan sambaran petir bagiku. Sialan.

"Ehem... uumm... Siapa yang memandangimu? Kau terlalu percaya diri tuan!" Ujarku ketus membuat smirk andalannya terplester dengan indahnya di wajah itu. Oh ketahuilah aku nyaris kehilangan nafasku hanya dengan melihat smirk itu.

"Ah mungkin kau benar, aku hanya terlalu percaya diri. Kurasa tidak mungkin seorang Eleanor Jane memandangiku seakan – akan dia mau menelanjangiku dengan mata coklat favouriteku itu. Bukankah aku benar?" tanya Louis membuatku kembali bersemu.

Aku kembali membuang pandanganku ke arah jendela. Selain berusaha menyembunyikan pipiku yang memerah, aku juga sedang berusaha menenangkan kupu – kupu di perutku agar tidak membuatku tersenyum sendiri hanya karena ucapannya barusan.

Aku merasakan Louis melirikku sambil tersenyum geli. Hal berikutnya yang kuketahui adalah, tangan kanannya sudah bertengger dengan manisnya di atas kepalaku dan mengusap puncak kepalaku dengan lembut yang tentu saja membuat rambutku sedikit berantakan.

Oh aku sudah tidak peduli dengan rambutku yang ia buat berantakan, ada hal yang lebih parah dari itu semua. Dia membuat tembok pembatas yang sudah kubangun selama 1 tahun tanpanya, rusak tanpa sisa. Aku mulai menerka – nerka semua perilakunya padaku ini.

Louis menarik tangannya dari puncak kepalaku dan meletakkannya kembali ke stir kemudi. "Apakah kau percaya jika kukatan bahwa wajah malu – malumu, pipimu yang memerah dan usahamu untuk menahan senyummu itu saat kugoda adalah salah satu hal favouriteku selain iris coklatmu itu?" Tanyanya lagi tanpa menatapku.

Aku benar – benar yakin jika wajahku sudah seperti kepiting rebus. "Berhenti menggodaku dan fokus saja ke jalan!" Ucapku berusaha ketus walau aku semakin sulit menahan senyuman yang sudah memaksa untuk terkembang.

"Bagaimana bisa aku fokus ke jalan jika fokusku hanya untukmu? Aku selalu kehilangan fokusku pada hal – hal di sekelilingku jika kau sedang bersamaku. Apakah kau tak tahu itu?" Oh kata – katamu manis sekali tuan.

"Aku serius Lou, aku tidak ingin mati muda dengan cara yang konyol hanya karena kau tidak fokus ke jalan karena sibuk menggodaku dan berakhir dengan kita kecelakaan" Kataku berusaha sesantai mungkin.

"Tenang saja, aku juga tidak akan membiarkanmu mati muda dengan cara yang konyol. Setidaknya sebelum kau menjadi Mrs. Tomlinson dan menjadi ibu untuk anak – anakku" Aku melotot kaget mendengar ucapannya, apakah saringan mulutnya hilang sehingga dia tidak menyaring apa yang dikatakannya hari ini?

"Jadi maksudmu, kau akan membiarkanku mati muda dengan cara yang konyol setelah aku menjadi istri dan menjadi ibu bagi anak – anakmu? Begitu?" Tanyaku kesal. Bagaimana bisa dia akan membiarkanku mati setelah... Tunggu dulu...

"Jadi maksud dari ucapanmu berusan adalah, kau mau menikah denganku dan tidak keberatan jika menjadi istri serta ibu dari anak – anakku? Oh El, kau tidak perlu khawatir. Jika kita menikah, aku akan selalu menjagamu selalu dan selama yang kubisa." Jawabnya dengan senyum kemenangan yang tercetak di sana. Aku. Salah. Bicara.

"Dasar gila."

"Aku gila karenamu. Jangan katakan aku gila karena kaulah yang membuatku gila. Aku gila karena aku hanya dapat melihat tanpa menyentuhmu sebebas dulu. Gila karena aku hanya dapat menjagamu tanpa mampu berada di dekatmu seperti dulu. Dan gila karena aku hanya dapat mencintaimu tanpa bisa memilikimu seutuhnya seperti dulu. Kau membuatku gila karena aku tidak bisa memiliki seluruh hatimu seperti dulu"

Itu adalah jawaban terakhir Louis karena setelah mengatakan itu aku memilih untuk diam dan tak membalas perkataannya karena itu hanya akan membuat benteng pertahananku semakin hancur berantakan tanpa sisa.

***


May, 12 2016

Change My MindWhere stories live. Discover now