42. Worried

1.4K 188 127
                                    

***

Louis's PoV

"Louis, kau harus tidur" Aku kembali mendesah kecil dan menatap ponselku dengan khawatir. Seharian ini El tidak bisa kuhubungi. Aku sudah meneleponnya, mengiriminya pesan, dan meninggalkan pesan suara berulang kali namun tak ada kabar apapun darinya.

"Uhuk! Uhuk!" Aku kembali terbatuk – batuk. Tenggorokkanku benar – benar sakit. Kini mataku berair, aku demam dan batukku semakin menggila.

Niall menatapku kesal, ia mengambilkan segelas air di meja dan memberikannya padaku. Aku menerima gelas yang diberikan Niall dan hanya memegangnya. Berita dari El lebih penting saat ini.

"Oh ya Tuhan, Louis. Kami seperti mengurusi anak berumur tiga tahun" Harry mulai berteriak frustasi dari sofa. Ia memijat pelipisnya dan menyandarkan kepalanya di sofa.

"Dia benar. Kau lebih parah dari Theo" Kurasa Niall mulai menyerah. Ia melangkahkan kakinya ke sofa tempat Harry duduk dan ikut duduk di sana. Aku memutar - mutarkan ponsel di tanganku sambil berusaha menanamkan hal positif di otakku,

"Aku tidak meminta kalian untuk mengurusku. Aku bisa mengurus – Uhuk! Uhuk! Uhuk! Diriku sendiri" ucapku dengan suara serak. Keadaanku yang sudah buruk semakin bertambah buruk karena El benar – benar membuatku sudah gila.

"Ele akan menghubungimu, Lou. Kau tidak perlu secemas itu" Aku memberikan tatapan membunuhku pada Harry yang berbicara tanpa menatapku.

"Oh ya? Bagaimana jika Kendall yang seperti ini? Bagaimana jika Kendall tidak mengabarimu seharian? Bagaimana jika ponselnya benar – benar tidak aktif dan kau sedang berada di benua yang berbeda dengannya? Apakah kau masih bisa setenang ini? Damn Harry! Berhenti membuat kepalaku ingin pecah dan urus urusanmu sendiri!" Aku menaikkan nada bicaraku satu oktaf hingga membuat Harry menatapku tajam.

"Louis dengar, Eleanor adalah sahabatku. Dia sudah seperti kakakku dan aku mengenalnya jauh lebih dulu sebelum kau mengenalnya. Aku tahu dia akan baik – baik saja, aku tahu tak akan ada hal buruk yang menimpanya. Berhentilah bersikap seakan – akan kau adalah orang yang paling mengetahuinya!"

"Aku memang mengetahuinya luar dalam, Harry. Kau memang sahabatnya namun aku kekasihnya. Aku lebih mengetahui dirinya ketimbang kau. Aku mengkhawatirkannya dan kau tak bisa menyalahkanku karena kekhawatiranku untuknya" Nafasku mulai memburu karena emosi yang mulai muncul dari dalam diriku. Kepalaku berdenyut hebat sehingga tanpa sadar aku memijat pelipisku.

"Kau boleh khawatir dengannya, namu –"

"ENOUGH! KALIAN BERDUA BERHENTI!"

Aku tersentak mendengar teriakkan Niall yang begitu keras. Kurasa bukan hanya aku yang terkejut karena Harry juga tersentak karenanya. Kami berdua diam dan menatap wajah Niall yang memerah karena emosi. Niall menatapku dan Harry dengan tajam secara bergantian buat mulut kami terkunci rapat.

Percayalah, Niall begitu mengerikan ketika ia marah.

"Kalian berdua! Berapa umur kalian? Sepuluh tahun? Tiga tahun? Berhenti meributkan hal yang tak perlu diributkan! Ini masalah sepele dan kalian nyaris saling membunuh dengan tatapan kalian hanya karena masalah ini." Aku tersentak dalam diamku, menyadari bahwa aku benar – benar dikuasai oleh emosi yang tiba – tiba saja muncul. Aku mengatur nafasku dan memejamkan mataku perlahan

"Louis" Aku membuka mataku dan menegakkan kepalaku ketika Niall memanggilku. Kulihat wajahnya sudah tidak semerah tadi walaupun dia masih menatapku – atau lebih tepatnya aku dan Harry – tajam.

"Harry hanya mengkhawatirkanmu. Kami mengkhawatirkanmu, mate. Keadaanmu lebih buruk dari kemarin. Aku, Zayn, Liam, dan Harry. Kami semua peduli padamu. Tidak hanya kami, semua orang peduli padamu. Kau tidak bisa keras kepala seperti ini. Jangan kau kira hanya kau yang merasa sakit. Walaupun kami tidak merasakannya, kami sedih melihatmu seperti ini" Aku kembali diam dan tertegun mendengar Niall yang lebih bijak dari biasanya. Kurasakan seseorang menepuk bahuku dan merangkulnya.

Change My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang