48. You're my happiness

1K 157 40
                                    

***
I just want you, that's it. All your flaws, smiles, giggles, jokes, sarcams, mistakes. Everything. I just want you.
***

Eleanor's PoV

Aku mulai memasukan beberapa potong pakaian, alat mandi serta beberapa hal yang menurutku penting untuk seminggu ke depan ke dalam koperku.

Keputusanku sudah bulat, aku akan...

"El?"

Aku memejamkan mataku, merasakan nyeri yang tiba - tiba saja menyerang ulu hatiku sehingga membuatnya seakan - akan teriris oleh sembilu tajam ketika mendengar suaranya.

"Kau mau kemana, sayang?"

Aku menarik nafas dalam - dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Membuka kedua mataku, aku berbalik dan melihatnya yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan bertanyanya padaku.

Louis mengalihkan pandangannya ke koper serta beberapa pakaianku yang berserakan di lantai sebelum membulatkan kedua matanya dengan sempurna.

"A - are you leaving?"

Aku menunduk ketika mendengar suara Louis yang bergetar seolah menahan tekanan emosi yang tercampur dalam dirinya.

Aku tertegun sejenak. Tiba - tiba saja aku dilanda keraguan untuk meninggalkan Louis dan mencari ketenangan untuk sementara waktu.

"El, kumohon jawablah"

Kurasakan mataku memanas, mendesak agar air di pelupuk mataku meluncur bebas dan membasahi pipiku.

Aku terisak.

Kurasakan kakiku seolah tak bertulang, tak kuat menopang berat tubuhku. Badanku luruh ke lantai dan berlutut mengasihani diriku sendiri. Kedua tanganku bergerak menutupi wajahku yang telah basah oleh air mata, entah sejak kapan.

Otakku terus memainkan kejadian di cafe itu. Kejadian dimana Louis dan Hannah berciuman dan disaksikan langsung oleh mataku.

Aku melepaskan seluruh beban dan emosiku, sehingga mengakibatkan rasa sesak yang menyeruak memenuhi tiap rongga dadaku.

Tubuhku menghangat ketika kurasakan Louis mendekapku erat. Ia mengusap rambutku dan beberapa kali menciumi puncak kepalaku sambil terus menggumamkan kata maaf.

Aku membiarkan tubuhku dipeluk olehnya, menganggap jika mungkin ini akan menjadi pelukan kami yang terakhir. Pelukan kami yang terakhir sebagai sepasang kekasih.

Aku menikmati bagaimana sakit hati yang menguasaiku terbungkus dengan sempurna oleh cintaku padanya.

Setelah puas, aku menarik diriku darinya. Mengangkat kepalaku, aku melihat mata biru kelabu yang selalu menjadi kesukaanku itu memerah karena tangisnya.

Louis menatapku sendu, tangannya bergerak ke wajahku dan menghapus sisa air mata di sana. Mataku terpejam, merasakan bagaimana tangannya mengusap lembut wajahku.

Aku terhenyak di tempatku ketika kurasakan sesuatu yang kenyal dan lembab menyentuh keningku.

Louis mencium keningku dalam dan penuh perasaan, sehingga tanpa kusadari air mataku kembali turun ketika indahnya memori akan diriku bersamanya yang harus ternodai oleh kebenaran yang ia tutupi dariku.

Pantaskah jika aku mengatakan bahwa hal itu termasuk kebohongan? Atau akan lebih baik jika aku menyebutnya 'pengkhianatan'?

Entah berapa banyak dan berapa lama ia mengalihkan diriku dari kebenaran yang ada dengan sikap manisnya. Entah berapa banyak kebenaran yang ia simpan dariku. Kurasa aku sudah menerima cukup banyak kebohongan darinya. Namun apakah masih ada kebohongan selanjutnya? Masih adakah kebohongan yang ia simpan dariku?

Change My MindWhere stories live. Discover now