HAECHAN AS [AYAH]

49.3K 4.5K 1.1K
                                    

"bunda.. rara kangen ayah." aku terdiam ketika mendengar suara lirih haera, putri kandungku dan haechan yang baru genap berumur 5 tahun.

"ayah 'kan lagi kerja untuk beliin haera boneka, jadi main sama ayahnya kapan-kapan aja ya?" bohong, ucapan yang keluar dari mulutku adalah sebuah kebohongan.

karena sebenarnya haechan tidak sedang bekerja atau berada di kantornya, melainkan berada di rumah perempuannya, perempuan yang menjadi simpanannya sejak 2 tahun yang lalu.

"tapi rara gak mau boneka.. rara cuma mau ayah peluk dan main sama rara." haera menunduk seraya memilin selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

"nanti bunda coba bilang sama ayah, okey?" haera mengangguk pelan, "tapi sekarang rara harus tidur ya."

haera langsung merebahkan tubuhnya setelah mendengar ucapanku, membuatku terkekeh geli.

"selamat tidur, gadis kecilnya bunda," ucapku seraya mengecup dahi malaikat kecilku dengan penuh kasih sayang.

———

"SAMPE KAPAN KAMU MAU SELINGKUH, CHAN? SAMPE KAPAN KAMU MAU NINGGALIN HAERA DEMI PEREMPUAN ITU?" tubuhku melemas setelah berteriak histeris di depan haechan, suamiku.

aku terduduk di lantai kamar kami dengan kepala menunduk dan punggung bergetar hebat, "aku gak peduli berapa banyak perempuan yang kamu punya di luar sana.."

"tapi aku mohon, aku mohon sama kamu untuk jadiin haera prioritas utama kamu, setelah itu kamu bebas mau pergi sama siapa, ke mana."

"aku gak peduli, tapi tolong luangan sedikit aja waktu kamu untuk haera, untuk darah daging kamu sendiri."

"sayang, jangan gini.." haechan berlutut di hadapanku, tangannya berusaha meraih tanganku. namun aku lebih dulu menepisnya dengan kasar.

"haera bilang dia mau kayak temen-temennya, yang selalu di anter sama ayahnya, digendong sama ayahnya, dipeluk sama ayahnya, dicium sama ayahnya."

"kamu, dan selalu kamu yang selalu haera bahas setiap sama aku."

"kamu mau kita cerai? aku bakal nurutin semua kemauan kamu, semuanya. apapun itu, asalkan kamu janji untuk selalu ada untuk haera."

"selalu luangin waktu kamu untuk main atau ngobrol sama haera. kamu minta aku pergi sekarang juga aku akan pergi, chan."

"KARENA AKU CUMA MAU HAERA-KU BAHAGIA!" haechan langsung membawaku ke dalam pelukannya ketika aku sudah mulai kehilangan kendali.

aku sama sekali tak menuntut apapun dari haechan. aku tak mau rumah mewah, aku tak mau harta berlimpah, aku tak mau mobil mewah. hanya satu...

waktu haechan untuk haera, putri kami.

"apa sesusah itu untuk ngeluangin sedikit aja waktu kamu untuk haera?" lirihku, haechan terus mengusap suraiku dalam diam.

tapi aku tau jika ia tengah menangis, menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya bersama haera.

"bunda.. jangan pergi." aku mematung saat suara halus malaikat kecilku terdengar, dengan cepat aku mendorong tubuh haechan membuat pelukannya terlepas.

"anak bunda kenapa udah bangun, hm? biasanya haera gak mau bangun pagi kalo bunda bangunin." aku berlutut di hadapannya, lalu menyibak poni yang mengganggu matanya.

"bunda jangan pergi.." haera mencengkram ujung pakaianku. seolah jika ia melepasnya sebentar saja, aku akan pergi jauh darinya.

"iya, sayang. bunda gak pergi." aku mengecup dahinya lama, lalu membawa haera ke dalam gendonganku.

"BUNDA BOHONG! RARA GAK SUKA!" haera menangis kencang setelah berteriak di depan wajahku.

"sshh, gadis cantiknya bunda kok nangis." aku menepuk-nepuk bokong haera, namun tangisan gadis kecilku tak kunjung mereda.

haechan yang melihat itu langsung mengambil alih haera ke dalam dekapannya.

"ENGGAKKK, RARA MAU BUNDA!" tangan kecilnya terulur ke arahku, "BUNDA GAK BOLEH PERGIII!"

"bunda gak akan pergi, sayang. percaya sama ayah ya?" haechan menatap wajah haera yang dipenuhi oleh air mata, lalu mengusapnya lembut.

tangisan haera langsung mereda setelah haechan mengecup seluruh sisi wajahnya dengan sayang.

aku tersenyum tipis. lalu melangkah ke dapur, meninggalkan sepasang ayah-anak yang sedang melepas rindu itu.

aku menghela napas kasar, tanpa sadar air mataku kembali menetes dari pelupuk mata.

"sakit.." aku terduduk di belakang meja pantry. berusaha meredam isakanku yang kian mengeras seraya menepuk dada kiriku yang terasa sesak.

"bunda." air mataku semakin deras ketika mendengar suara lirih haechan, sudah lama sekali sejak terakhir ia memanggilku 'bunda'.

"maafin ayah." haechan menarik tubuhku ke dalam dekapannya, sesekali mengecup puncak kepalaku lembut.

namun hal itu tidak berhasil membuat tangisanku mereda, rasa sesak di dadaku jauh lebih terasa saat haechan melakukan perlakuan manis seperti dulu.

"maaf.. aku tau aku salah," ucap haechan tepat di telingaku, membuatku dapat mendengar jelas suara bergetarnya.

"aku janji gak akan nemuin 'dia' lagi, aku janji akan selalu jadiin haera prioritas utama aku."

"jangan pernah janjiin sesuatu kalo kamu gak yakin bisa nepatin itu," ucapku lirih, haechan menggeleng pelan.

"kali ini aku serius, aku akan ninggalin 'dia' untuk kita, untuk keluarga kecil kita." haechan mengendurkan pelukannya pada tubuhku, ia menatap wajahku yang sudah sangat memerah dengan tatapan sayunya.

"aku tau maaf aja gak cukup, tapi aku bener-bener nyesel udah ngelakuin hal bejat kayak gitu."

"tolong bantu aku untuk berubah ya?" aku mengangguk pelan, membuat haechan yang melihat itu tersenyum.

perlahan, haechan mulai memajukkan wajahnya, dan melumat bibirku dengan dalam dan penuh perasaan.

"AYAAHHH, BIBIR BUNDA KENAPA DI MAKANNNNNNNN!?"




NCT AS | NCT OT23Where stories live. Discover now