DOYOUNG AS [SUAMI]

52.8K 5.1K 1.5K
                                    

"bangun dulu, makan."

aku membuka kedua mataku yang terasa panas, kemudian beranjak duduk dibantu oleh doyoung yang setia dengan wajah datarnya.

setelah memastikan aku bersandar dengan nyaman, doyoung mengambil semangkuk bubur yang dimasak oleh bibi. meletakkan mangkuk itu di atas pangkuanku, doyoung lantas menatapku datar.

"makan, itu bubur gak akan masuk perut kalo cuma diliatin," ucapnya ketus, aku merengut kesal.

berusaha merayunya untuk menyuapiku, aku menarik-narik sisi piyama yang dipakai doyoung.

"apa?" tanyanya galak, membuatku menahan senyum geliku.

"gak usah senyum-senyum, udah cepetan makan." doyoung membuang wajahnya, mengalihkan pandangan dari aku yang terus berusaha menggodanya.

astaga, lucunya. doyoung itu tsundere alias suka marah-marah tidak jelas padahal sebenarnya ia khawatir—sumber by ibu mertua.

"cepet makan, gak usah liatin saya terus," decaknya kesal, namun aku sama sekali bergeming.

"ck, manja." doyoung kembali meraih mangkuk bubur itu, menyendokkan sedikit bubur dengan asap mengepul di atasnya.

memeriksa apakah bubur itu tidak akan membakar lidahku menggunakan bibirnya sebelum menyodorkan sesendok bubur itu padaku.

"cepetan buka mulutnya, saya mau kerja." mau tak mau aku menurutinya, menerima suapan dari doyoung dengan wajah yang aku buat selemas mungkin.

kapan lagi 'kan dapat perhatian dari doyoung seperti ini?

setelah bubur di mangkuk itu sudah habis tak tersisa, doyoung kemudian membantuku untuk meneguk air putih.

"tidur lagi sana, saya mau kerja," ucap doyoung seraya melengos masuk ke walk in closet yang ada di kamar kami.

aku tersenyum geli melihat rona tipis di pipi doyoung, lantas menarik selimut hingga sebatas pinggang ketika merasa hawa dingin kembali membuat kakiku gemetar.

posisiku masih sama seperti saat doyoung menyuapiku tadi, bersandar pada kepala ranjang dengan tatapan mengarah pada pintu walk in closet yang masih tertutup.

tak lama kemudian, doyoung keluar dari walk in closet dengan setelan jas berwarna abu-abu. ia kemudian meraih tas laptopnya yang tergeletak di atas sofa kamar kami.

"saya pergi dulu," pamitnya tanpa menatapku.

"doy," panggilku, membuat decakan kembali terdengar dari mulut suami dinginku itu.

"apa lagi? saya udah mau telat loh."

aku mendengus geli kemudian mengulurkan tanganku padanya, doyoung mengernyit heran.

"apa?" tanya doyoung tanpa ekspresi.

"salim, doyy," ucapku gemas, doyoung menghela napas pelan kemudian kembali mendekatiku. mengulurkan tangannya padaku untukku cium.

"semangat kerjanya."

"hm, kalo nambah ada apa-apa telepon saya," ucap doyoung sebelum benar-benar keluar dari kamar.

———

sore ini tubuhku sudah terasa jauh lebih baik, aku bahkan sudah bisa membantu para bibi memasak makan malam.

"kenapa gak istirahat?" aku terlonjak ketika sepasang lengan kekar melingkar di perutku.

"a-aku udah gak papa kok," jawabku gugup. selama 3 bulan pernikahan kami, doyoung tidak pernah memelukku seperti ini kecuali tadi malam karena aku kedinginan dan sekarang.

kami menikah karena ibu mertuaku mengatakan kami sudah terlalu lama pacaran. dan tidak baik sepasang lawan jenis terlalu lama menjalin hubungan yang tidak halal. takut menimbulkan fitnah tidak mengenakkan.

padahal saat itu juga aku dan doyoung baru menjalani hubungan yang disebut pacaran selama beberapa minggu.

"badan kamu masih hangat," bisik doyoung di telingaku, membuat tubuhku meremang.

"d-doy, geli," cicitku tak nyaman, namun malah membuat pelukan doyoung pada pinggangku semakin mengerat.

diikuti kecupan-kecupan basah di leherku yang terpampang karena aku hanya memakai gaun tidur dengan lingkar leher sedikit rendah dan rambut yang aku dicepol tinggi.

"jangan masak lagi, kamu istirahat aja di kamar," bisik doyoung sebelum menggendongku seperti pengantin baru, mengabaikan tatapan menggoda para bibi yang tertuju pada kami.

doyoung menjatuhkan tubuhku di atas kasur, menarik selimut hingga batas dadaku. lalu melengos masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

aku mendengus, padahal sebenarnya aku sudah merasa jauh lebih baik walaupun suhu tubuhku masih sedikit hangat, namun doyoung dengan kekeras kepalaannya menyuruhku untuk tetap berbaring di ranjang.

lima belas menit di kamar mandi, doyoung keluar hanya menggunakan celana pendek sebatas lutut dan kaos putih polos.

juga dengan handuk kecil yang ia sampirkan di pundaknya, bulir-bulir air yang menetes dari rambutnya menuruni perut kotak-kotaknya membuatku tanpa sadar menelan ludah.

"apa liat-liat?" ujarnya galak, aku mendengus geli seraya mengalihkan tatapanku ke arah lain.

hingga sebuah handuk setengah basah yang dilempar ke wajahku, membuatku kembali menoleh pada doyoung dengan tatapan kesal.

"kalo minta tolong itu baik-baik kenapa sih!? duduk sini," titahku agar doyoung duduk di lantai menghadap cermin, sementara aku duduk di sisi ranjang.

hening, tidak ada salah satu dari kami yang berniat membuka suara. hanya ada suara ac yang mengeluarkan udara dingin dan suara detak jantung kami yang berpacu cepat.

doyoung menatapku melalui cermin di depannya, aku bergidik, berpura-pura fokus mengeringkan rambut doyoung menggunakan handuk kecil tadi. 

"kamu gak mau tau kenapa saya gak pernah ngomong 'saya cinta kamu' atau apalah itu ke kamu?" tanya doyoung. spontan, aku menatapnya dengan tatapan berbinar.

"kenapaa?" doyoung mendengus geli melihat tingkah kekanakkanku.

sebelum menjawab pertanyaanku, doyoung berbalik menghadapku. menatapku dalam dengan kedua tangan yang menggenggam erat tanganku.

"karena saya gak mau kamu bosen dengerin saya ngoceh setiap hari hanya untuk ngasih tau seberapa besar cinta saya untuk kamu."








NCT AS | NCT OT23Where stories live. Discover now