Asti

20K 2.5K 57
                                    

Grahita mengabaikan panggilan di gawainya. Ia mengabaikan gawainya yang terus bergetar sejak tadi. Gadis itu hanya melirik sekilas gawainya yang ia letakkan di atas nakas.

Hingga pukul 10 malam, Marcella belum juga sadarkan diri. Hal itu membuat sang suami dan kedua anaknya itu cemas.

"We must take her to hospital," ujar Grahita pelan sambil menatap sang mama yang terbaring lemah.

Setelah bercerita tadi, Marcella kehilangan kesadarannya. Kemungkinan perempuan itu kelelahan dan terbebani banyak pikiran. Grahita tak menampik. Beban moral diemban begitu berat oleh perempuan tersebut.

Sergei mengangguk. Namun ketika hendak mengangkat tubuh Marcella, perempuan itu membuka matanya perlahan.

"Ta-" panggil perempuan itu lemah.

"I'am here," sahut Grahita pelan yang berada di sampingnya.

"Don't leave me, Princess. You mean so much to me," ujar Marcella pelan seakan tak mau Grahita beranjak dari tempatnya.

Grahita langsung mengangguk, "I don't leave you, Ma. You must take a rest. Get well soon,"

Marcella mengangguk. Tangannya yang lemah memegang tangan Grahita, seakan tak rela putrinya itu pergi. Lalu Dimitri dan Hazal mendekat. Mereka berbicara menggunakan bahasa Rusia dengan Marcella yang tak dimengerti oleh Grahita. Namun Grahita paham jika kedua remaja itu mencemaskan sang mama.

"Sorry," gumam Marcella kembali. Marcella masih setia menatap Grahita.

"You must take a rest," sahut Grahita tenang. Ia paham dengan ucapan mamanya itu. Marcella masih merasa bersalah hingga sekarang.

"Nggak bisa sebelum kamu bilang iya atau tidak."

Grahita menghela nafasnya panjang. "Ini sulit, Ma,"

"Kalaupun Grahita sudah memaafkan mama, bukan berarti Grahita menerima mama dengan hangat secara cepat. I need-"

"No problem, Princess. Mama yang akan berusaha menebus kesalahan mama ke kamu. Mama sangat bersyukur kamu sudah memaafkan mamamu ini," potong Marcella pelan dengan senyumannya itu. Ia sangat bersyukur, setidaknya Grahita mau memaafkan dirinya.

Lalu mereka diam hingga akhirnya seorang gadis remaja memecah kesunyian dengan suara cemprengnya. Jangan lupakan aksennya yang begitu khas.

"Are you my lovely sister? You look so beautiful like mam said," ujar gadis muda berwajah cantik itu dengan menatap Grahita tanpa berkedip. Rambutnya yang pirang serta matanya yang agak biru itu benar-benar terlihat seperti bule.

Grahita tersenyum tipis. Ia baru bertemu dengan saudara tirinya itu. Bahkan ia belum pernah bertemu. Ketika mamanya ke Indonesia 10 tahun yang lalu pun Marcella tak membawa putra putrinya itu. Ia hanya bersama dengan Sergei.

Grahita lalu beralih ke seorang laki-laki yang tampan dengan mata birunya yang tajam. Wajahnya mirip Sergei. Pria muda itu berbicara dengan bahasa Rusia kepada sang mama dan Marcella terkekeh pelan di tempatnya.

"Dimi bilang, kamu mirip teman sekolahnya yang jadi primadona, Ta."

Grahita kembali menatap pria muda yang nampak kesal lantaran sang mama memberitahu ucapannya itu. Hal itu langsung membuat Hazal tersenyum mengejek.

Lalu Sergei mendekat ke arah mereka. Sebelumnya, laki-laki itu berdiri di samping meja rias sambil menatap interaksi mereka.

"Terima kasih sudah memaafkan istri saya," ujar pria itu dengan bahasa Indonesia yang nampak kaku. Memang Sergei bisa berbahasa Indonesia dengan lancar dan baik, namun dengan aksen luarnya.

Aksara Dan SuaraМесто, где живут истории. Откройте их для себя