Nayottama

20K 2.4K 68
                                    

Grahita baru saja selesai mengurusi persiapan kunjungan master chef yang akan datang ke instansi kuliner milik Tuan Hendrik. Gadis itu dengan dibantu beberapa calon chef telah mempersiapkan penyambutan dengan baik.

"Saya harap kalian tetap tenang ketika diminta menyebutkan atau mempraktikkan teknik mengolah bahan or others nanti. Nggak apa-apa salah, asalkan kalian lebih aktif bertanya dan menjawab. Kita semua juga masih belajar. Jadi bersikaplah yang baik dan tunjukkan kemampuan kalian. Good luck!" Grahita memberikan intruksi dan dijawab serempak oleh mereka.

"Chef Grahita akan segera kembali ke Indonesia ya?" Tiba-tiba dari mereka bertanya pada Grahita.

"Iya. Ketika kontrak saya habis, saya akan kembali ke tanah kelahiran saya."

"Kenapa Chef tidak menjadi pengajar tetap saja di sini? Rasanya kami belum bisa berpisah dengan chef," sahut salah satu dari mereka. Selanjutnya terdengar sahutan yang meminta Grahita tetap di sini.

Grahita tersenyum pada pemuda-pemudi yang berusia sekitaran 20 sampai 23 tahun itu. "Di sini banyak sekali chef profesional yang akan membagikan ilmu kepada kalian. Saya hanya sementara di sini. Jadi, saya rasa masih banyak potensi, ilmu, pengalaman, dan lain-lain yang bisa kalian digali dari para chef lainnya di sini."

"Tapi Chef, anda sangat sabar dibandingkan yang lain. Coba dengan chef lain, jika kami salah, bisa-bisa pisau daging melayang. Tetapi chef dengan sabar memberitahu letak kesalahan kami."

Ucapan pemuda itu membuat mereka tergelak. Grahita hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Jangan begitu. Mereka semua bertindak seperti itu untuk kebaikan kalian. Ambil yang baik saja, ya? Saya yakin kalian akan menjadi chef hebat nantinya."

Lalu salah satu gadis muda mendekat dan memeluk Grahita. "Kami akan merindukan, Chef. Terima kasih atas ilmunya selama ini. Walaupun Chef hanya sementara di sini, tetapi kami banyak belajar dari Chef."

Rasanya Grahita terharu dengan mereka yang mau berusaha. Apalagi melihat semangat para calon chef muda di depannya ini. Wajah-wajah penuh semangat. Wajah-wajah yang mengimpikan cita-cita dan harapan  yang sangat tinggi. Mereka terkadang curhat dengan Grahita. Entah masalah kesulitan di sini, asmara hingga keluarga. Baginya ia mendapatkan obat dan hiburan sekaligus. Waktu dua tahun di Belanda seperti sebuah terapi. Apalagi melihat semangat mereka yang luar biasa. Menjadikan Grahita ingat perjuangannya di Prancis dulu.

Grahita ingat, ia rela berangkat pagi agar bisa belajar banyak tentang bahan makanan yang baru saja turun dari truk bahan makanan. Gadis itu rela berjam-jam di gudang hanya melihat, merasakan, dan menganalisis bahan makanan yang di simpan di sana. Ia juga rela pulang larut untuk berdiskusi dan beraksi di kitchen dengan para mentornya. Semua itu ia lakukan karena sudah terlanjur cinta dengan dunia kuliner.

"Kalian bisa main ke Indonesia suatu saat nanti. Kalian juga boleh datang ke rumah saya. Saya pasti akan senang."

Mereka semua tersenyum dan mengangguk. Grahita bahagia. Di sini ia menemukan banyak pengalaman dan tentunya relasi yang cukup luas. Ia juga lebih bisa memahami orang lain. Hal ini menjadi obat untuk dia yang sempat kecewa dengan yang namanya manusia. Grahita bersyukur, waktu dan pengalaman dua tahun di Belanda menjadi obat yang ampuh untuk menyembuhkan luka yang belum sempat kering sepenuhnya.

*****

Grahita memijit pelan pelipisnya. Baru saja Yessy mendesak agar dia bisa pulang sebelum waktunya karena gadis itu hendak menikah. Hampir setiap hari Yessy mengirimi dirinya pesan dan menanyakan kapan pulang.

Berita ini sudah Grahita ketahui 8 bulan yang lalu. Yessy langsung menelpon dirinya bahwa ia dipinang oleh seorang pengusaha e commerce yang namanya sedang naik daun sekarang. Katanya, pengusaha itu adalah kenalan Nakula, dan bisa jadi mereka dikenalkan. Dan Yessy mengatakan juga jika ternyata calonnya adalah kakak kelasnya dulu sewaktu kuliah di Amerika Serikat. Apakah ini sebuah kebetulan?

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now