Darani

25.9K 2.9K 86
                                    


Setelah beberapa minggu penyembuhan, akhirnya Grahita bisa kembali bekerja di restoran milik Dirga. Sedangkan miliknya masih tahap pembangunan dan baru sekitaran 50 persen. Selama pembangunan restoran miliknya, Grahita memilih tetap bekerja di restoran Dirga.

Setelah kesembuhan Grahita, Orang-orang dapur menyambutnya meriah. Mereka senang akhirnya head chef mereka kembali.

"Selamat bekerja kembali ya mbak." Ucap Andini seraya tersenyum. Grahita membalas dengan senyuman singkat lalu memilih langsung bekerja karena hari ini ia agak telat ke restoran.

"Eh Ta, ada yang nyariin lo tuh di depan." Tiba-tiba Dirga datang dan menghentikan kegiatan Grahita yang sedang memasak.

"Siapa?" Tumben sekali Dirga mau keluar dari kantornya dan stand by di restorannya, padahal Dirga lumayan sulit untuk bisa di temui kecuali ada tamu istimewa yang mau datang. Lalu Grahita menyerahkan pekerjaannya pada Gerald.

"Katanya mau ngembaliin barang lo. Udah lah cepet temuin gue mau ke Bekasi habis ini."
Kemudian tanpa kata Dirga langsung keluar dari dapur dan nampak terburu-buru. Kemudian di susul dengan Grahita yang melepas apronnya.

Lalu matanya menangkap seorang laki-laki berbadan tegap tengah berdiri tak nyaman di dekat pintu. Grahita menggeleng, mengapa tak duduk saja padahal tempat duduk juga banyak?

"Kenapa nggak duduk aja?" Gandhi langsung menoleh cepat ke arah Grahita, kemudian perempuan itu memilih duduk di tempat yang berada di dekat pintu.

"Maaf, saya soalnya nggak pesan."

"Saya cuma mau ngembaliin id card kamu yang ketinggalan di mobil saya. Maaf saya baru bisa ngembaliin sekarang karena kemarin masih sibuk." Ucap Gandhi seraya menyodorkan id card nya sebagai head chef di restoran Dirga.

Grahita menatap id cardnya. Sebenarnya id card itu tak penting baginya tetapi karena kerap kali ada kritikus makanan atau penilaian terhadap restoran datang, id card itu menjadi penting.

"Terima kasih."

Gandhi kemudian mengangguk, "Maaf semisal saya mengganggu kamu. Saya permisi dulu."

"Eh tunggu." Gandhi sudah melangkahkan kakinya dua langkah tiba-tiba Grahita menghentikan laki-laki itu.

"Nggak mau makan dulu?" Grahita meringis karena mulutnya tiba-tiba lancang menawarkan hal di luar nalarnya. Mengapa bisa ia berbicara seperti ini kepada orang asing? Lalu Gandhi menoleh ke arah Grahita.

Gandhi nampak seperti berpikir, "Oh tidak. Saya kurang suka dengan masakan Western." Kepala Gandhi menatap design restoran yang seperti menjurus ke arah restoran barat.

"Kurang suka apa takut kemahalan?" Grahita sudah hafal dengan orang-orang yang sungkan makan disini karena menganggap makanan di sini mahal.

"Eh sorry bukannya gue remehin elo atau apa but-"

Gandhi memotong cepat, "Nggak masalah. Saya ngerti kok. Memang saya kurang suka dengan masakan Western. Terima kasih sudah nawarin saya."

Grahita tersenyum canggung karena entah mengapa ia seperti menyesal telah melontarkan kata-kata tersebut. "Sini ada banyak menu sebenarnya. Kalau lo berkenan nanti gue masakin buat lo,  itung-itung ucapan terima kasih udah mau peduli sama gue."

Gandhi menatap Grahita lalu melirik jam tangannya. "Nggak akan lama kok. Dan ini nggak bayar juga."

"Tapi bukanlah ini milik temanmu?"

"Memang ini restoran milik Dirga tapi santai aja, kita ada fifty fifty gitu. Oke, lo duduk di sini dan gue bakal masak buat lo." Grahita sudah hilang dari pandangannya dan bibir Gandhi perlahan membentuk bulan sabit. Ternyata Grahita tak secuek dan se judes yang ia kira. Gadis itu masih mempunyai rasa peduli dengan orang lain.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now