Udaka

27.7K 2.7K 55
                                    


Akhirnya setelah beberapa hari menjalani penyembuhan di rumah sakit, Grahita diperbolehkan untuk pulang. Tetapi perempuan itu masih di larang untuk mengangkat barang-barang yang berat karena di khawatirkan bisa membuat tulang yang retak tambah parah jika belum sembuh betul tetapi sudah di beri beban.

"Jangan di bawa tasnya Ta, biar Oma." Sedari tadi Grahita sudah gatal ingin membantu sang Oma untuk mengangkat barang-barangnya, tetapi perempuan itu dilarang oleh sang Oma.

"Pake tangan kanan Oma, bukan tangan kiri." Kekehnya. Bagaimanapun juga Grahita tak tega melihat tubuh renta itu mengangkat beban yang berat.

"Biar saya saja Oma." Tiba-tiba Gandhi datang dengan pakaian sipilnya. Laki-laki datang setelah menelpon Oma perihal kepulangan Grahita. Gandhi benar-benar memenuhi janjinya hingga Grahita pulang pun laki-laki itu berinisiatif mengantarkannya.

Oma tersenyum lega melihat kedatangan laki-laki itu. Sedangkan Grahita hanya menatap lurus, tak terpengaruh dengan adanya Gandhi di sana.

Lantas Grahita membuntuti mereka. Oma Shinta mengatakan jika mereka akan di jemput oleh Gandhi. Dan Grahita tak mempermasalahkan hal itu. Baginya ada tidaknya Gandhi tetap saja.

Grahita menatap mobil Gandhi yang lebih mirip dengan mobil yang selalu di gunakan penjahat di sinetron, oke Grahita memang tak paham jenis mobil kecuali mobil BMW jadul yang merupakan lungsuran dari mendiang opanya, selain itu blass karena ia tak peduli dengan dunia otomotif dan sebagainya. Grahita hanya peduli dengan dapur dan rempah-rempah. Itu saja.

"Makasih ya nak Gandhi, sudah repot-repot antar kami." Ucap Oma agak sungkan. Oma merasa agak tak enak dengan Gandhi tenang selalu di buat repot apalagi melihat laki-laki yang benar-benar tanggungjawab dengan mengunjungi cucunya itu setiap hari, tanpa ada lewat sedikit pun walau kadang juga hanya sebentar tapi di usahakan laki-laki itu akan datang.

"Tidak apa-apa Oma. Saya senang bisa bantu kalian." Gandhi melirik Grahita lewat spion tengah. Perempuan itu memilih menatap luar daripada ikut nimbrung berbicara dengan Oma dan Gandhi.

"Makasih banyak ya nak. Kamu benar-benar tanggungjawab, Oma salut sama kamu. Jarang sekali anak muda zaman sekarang yang benar-benar tanggungjawab dan peduli. Tetapi kamu merubah mainset saya tentang hal itu." Oma tersenyum. Beliau nyaman dan selalu nyambung ketika berbicara dengan Gandhi. Gandhi adalah representasi pemuda dengan model dan sikap yang luar biasa.

Gandhi tak menanggapi namun bukan berarti tak sopan. Laki-laki itu memilih fokus ke jalanan yang padat dan berpikir bagaimana caranya bisa menyalip kendaraan yang padat itu supaya cepat sampai ke tujuan.

"Nanti ada kantor pajak itu ambil kiri ya nak, lalu lurus saja sampai mentok dan belok kanan sekitaran 50 meter." Arah Oma dan Gandhi langsung mengangguk paham. Laki-laki itu akan mengingatnya dengan baik.

"Itu cat putih pagar orange." Oma menunjuk rumah bergaya kuno namun tetap terawat dengan baik, kesan asrinya pun masih ada.

Lantas mereka langsung turun dan di bantu Gandhi dengan cepat. Grahita hendak membawa tas yang berisi baju tetapi di cegah oleh Gandhi sehingga perempuan itu memilih langsung masuk ke dalam rumah.

Pertama yang Gandhi rasakan ketika masuk ke rumah itu adalah nyaman. Rumah sederhana yang masih meninggalkan bekas kekeluargaan yang hangat. Gandhi menatap sekitar dengan seksama. Foto keluarga lebih di dominasi oleh foto Grahita ketika masih remaja. Tak banyak berubah, Grahita tetap seperti perempuan blasteran yang sangat kontras dengan dirinya yang memilki kulit eksotis itu.

"Duduk dulu nak. Oma buatin minum ya? Jangan nolak pokonya." Gandhi sempat akan menilai tetapi Oma sudah  bertitah seperti itu lantas apa yang bisa ia perbuat? Kali Gandhi memilih duduk di kursi ruang tamu yang juga klasik itu.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang