Radinka

22.3K 2.5K 106
                                    

Grahita mematung sebentar di depan cermin rias yang berukuran besar itu. Tatanan sanggul modern, pipi yang agak memerah karena riasan serta bibir yang dilapisi oleh lip cream warna pink natural menjadi pemandangannya sekarang. Sungguh inikah dia? Padahal ia pernah menulis di sebuah buku kecil tentang mimpi dan harapanny jika resolusi 3 tahun dari menulis di buku itu, ia akan mengembangkan usaha food court yang akan tersebar di seluruh Indonesia. Namun tiba saatnya, kini justru dirinya bertunangan dan hendak menikah. Memang takdir tak ada yang tahu.

Tak ada di benaknya dulu jika ia menikah. Hanya ada harapan bahwa ia menjalani kehidupan secara normal, mengembangkan usaha kulinernya, dan liburan sepuasnya tanpa ingin merasakan jatuh cinta lagi. Namun kini justru ia jatuh cinta pada seorang abdi negara yang jauh dari ekspektasinya. Mengenal seluk beluknya saja baru waktu dekat ini. Sungguh tak disangka, takdir bermain begitu rapi dan mengejutkan dirinya.

Kebaya cantik berwarna silver itu membalut tubuh Grahita dengan indah. Sepertinya, tahun ini adalah tahun dimana ia kenyang memakai kebaya dan riasan di wajahnya.

"Nanti kamu keluar kalau sudah dikasih aba-aba ya? Keluarga Gandhi baru datang, Ta. Bah mantap banget! Calon suamimu tambah glowing."

Grahita tergelak pelan dengan ucapan Zoya. Yang dimaksud glowing mungkin terlihat lebih cerah. Kemarin Grahita memang sengaja memberikan masukan supaya Gandhi lebih memperhatikan penampilannya. Grahita berdalih jika Gandhi akan terlihat lebih muda jika wajahnya tidak terlalu kusam seperti kemarin dan lelaki itu menuruti apa yang dikatakan oleh Grahita.

"Glowing apanya Mbak? Dia tuh mana mau treatment ala-ala yang sekarang sedang jadi tren artis laki-laki. Mungkin kelihatan lebih cerah aja."

Zoya menganggukkan kepalanya setuju. Mungkin selama ini yang ia tahu, Gandhi agak gelap kulitnya sehingga melihat wajah lebih cerahnya Gandhi langsung dibilang glowing.

"Deg-degan, Ta?"

Grahita mengangguk. "Iya, Mbak. Banget. Mbak dulu gitu?"

Zoya mengangguk. "Sama. Aku dulu deg-degan banget, tapi lebih deg-degan pas acara akad nikah sih. Kamu tahu sendiri kan kalau nama mbak panjang dan mbak takut abangmu salah ucap."

Grahita kembali terkekeh. Tak lama kemudian, Lili masuk bersama Marcella ke ruangan tersebut.

Kali ini acara diadakan di rumah eyang. Disamping lebih luas rumahnya, di rumah ini pun banyak pekerja yang akan siap sedia menata rumah dan dekorasi. Namun pertimbangan lebih luas inilah yang membuat Grahita mau mengadakan acara tunangannya di rumah ini.

Sedangkan Marcella, perempuan itu datang bersama Sergei kemarin. Kedua adik tiri Grahita tak ikut karena masih sekolah. Awalnya Marcella sangat canggung harus kembali ke rumah itu. Namun demi sang putri, ia rela menguatkan hatinya lagi. Lagipula ia sudah tak ada lagi hubungan dengan Sadewa.

"Yuk keluar, Ta," ajak Lili. Acara sudah dimulai dengan sambutan dari perwakilan keluarga. Acara kali ini hanya mengundang kerabat terdekat saja.

Grahita bangkit dari duduknya. Gadis itu lalu diapit oleh Lili dan Yessy yang baru datang dari luar. Pengantin baru itu akhirnya menunda bulan madu hingga acara pertunangan Grahita ini terlaksana.

Perlahan mereka menuruni tangga rumah. Semua mata tertuju pada Grahita yang tampak cantik dengan balutan kebaya modern. Sedangkan Gandhi mengenakan batik yang sama dengan jarik yang dipakai oleh Grahita.

Pandangan mereka bertemu. Grahita lalu duduk di tengah, yang langsung menghadap Gandhi yang juga diapit oleh abah dan umi. Umi terlihat anggun dengan gamis berwarna gold. Wanita itu tersenyum teduh pada Grahita.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now