Persudi

21.1K 2.5K 30
                                    

Grahita menghela nafasnya panjang sesaat setelah memasukkan adonan cookies coklatnya ke dalam oven. Gadis itu kembali termenung. Ia kembali terngiang dengan ucapan Dita tempo lalu. Walaupun ia melawannya, namun dalam lubuk hatinya ia resah. Ia ingin ketenangan, tetapi bayang-bayang itulah yang selalu datang menghampirinya.

Grahita bukannya tak ingin melupakan. Namun ia hanya merasa hidupnya kian jauh dari harapannya. Setiap detik ia merasa jika bukan masa depan yang ia hadapi, tetapi masa lalu yang datang menjelma di antara orang-orang lama yang menjadi tokoh dalam sengsaranya.

Lantas suara pesan masuk terdengar dan menyadarkan lamunannya. Gadis itu lalu mencuci tangannya dan melihat siapa yang mengirimi pesan pagi-pagi begini.

"Nanti saya datang ke restoran kamu pukul 8 malam bisa nggak?"

Grahita terdiam. Gadis itu mulai merangkai ingatan mengenai laki-laki yang cukup familiar baginya dan kini menyusup di kehidupannya saat ini. Ia hanya dekat dengan Dirga sebagai teman laki-lakinya, tetapi kini ia justru dekat juga dengan laki-laki lain. Maksudnya secara langsung ia malah sering berinteraksi dengan laki-laki itu.

Laki-laki tinggi dengan kulit sawo matang tersebut berhasil membuat Grahita mau berinteraksi dengan laki-laki itu lebih dari sekedar basa-basi ketika bertemu orang baru. Gandhi tahu tentang ia dan keluarganya, terlebih laki-laki itu berhasil mencuri hati sang oma dalam waktu singkat walaupun mereka bertemu dengan cara yang tidak mengenakkan. Laki-laki bertanggung jawab itu seperti mendekat ke arahnya, namun Grahita seperti terjebak dalam kotak yang membuat dirinya senantiasa mengeraskan kepala dan hatinya.

'Bisa, silahkan,'

Selesai mengirim balasan tersebut, Grahita langsung membereskan peralatan yang telah ia gunakan untuk membuat cookies tadi. Entah mengapa ia memiliki keinginan untuk membuat cookies di pagi ini. Padahal biasanya ia memilih menonton channel masak internasional untuk mengisi waktu luang di pagi harinya.

Grahita bukan tipe perempuan yang malas dan rajin juga. Terkadang ia bisa berberes satu rumah dengan tenaganya sendiri. Terkadang ia juga malas untuk sekedar memegang sapu dan alhasil ia baru membereskan rumahnya keesokan  harinya.

Mengenai pekerja yang bekerja dengan sang oma dulu, perempuan setengah baya itu datang seminggu hanya 4 kali untuk merawat kebun oma dan membersihkan rumah jika Grahita tak sempat berberes. Grahita tak sanggup merawat tanaman oma karena waktunya banyak habis untuk mengurus restoran dan urusan lainnya. Alhasil ia mempercayakan rumah dengan pekerjanya yang dulu itu.

"Terima kasih. Saya akan datang tepat waktu."

Grahita berdecak pelan. Ia bingung dengan dirinya sendiri. Ia yang telah berjanji untuk tidak gampang dekat dengan laki-laki kecuali ia yang menghendakinya. Namun sekarang? Gandhi dengan mudah dekat dengan dirinya. Bahkan Dirga yang sudah bersahabat dengan dirinya selama lebih dari 15 tahun itu malah jarang bertemu dengan dirinya kecuali membahas bisnis dan sedikit bincang-bincang bila mereka bertemu.

Daripada ia pusing-pusing dengan dirinya ini, Grahita memilih meletakkan cookies yang ia buat tadi ke dalam toples kaca dan menyimpannya di atas meja makan. Nanti ia akan membawanya ke restoran.

Gadis cantik itu lantas menatap jam dindingnya. Jarum jam baru menunjukkan pukul 8 pagi. Biasanya ia pergi pukul 10 pagi. Masih ada waktu 1 jam bersantai sebelum mandi dan sebagainya. Grahita kemudian memilih untuk masuk ke dalam kamar sang oma. Lama ia tak masuk ke dalam sana.

Grahita memutar pelan knop pintu jati itu dan mendorongnya dengan perlahan. Gadis itu kembali menutup pintunya. Kamar oma masih sama. Kamar itu di dominasi cat warna putih gading. Terdapat banyak kenangan foto di sana. Mulai dari foto oma dan opanya sewaktu masih muda serta foto masa kecilnya dulu.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now