Lenggana

24.6K 2.6K 66
                                    

"Li, Oma mana?"

Lili tersenyum tipis dengan mata sembab. Lalu perempuan itu mengusap tangan Grahita pelan.
"Oma mana?"

Lili justru ingin memuntahkan air matanya kembali, namun sebisa mungkin perempuan itu menahannya. Grahita baru saja siuman setelah berkali-kali pingsan. Beberapa kali siuman, Grahita menangis dan kembali pingsan lagi, begitu seterusnya hingga tak dapat melihat prosesi pemakaman jenazah Oma karena keadaan Grahita yang tak memungkinkan lagi.

"Makan dulu ya? lo belum makan Ta." Bujuk Lili. Dari kemarin malam sampai malam lagi, keadaan Grahita sangat memprihatinkan. Perempuan itu hanya siuman, menangis, dan pingsan kembali.

"Oma mana?" ulang Grahita lagi.

Lili lalu menarik nafasnya dalam, "Oma udah di kebumikan tadi siang Ta. Maaf, kamu nggak memungkinkan untuk melihat yang terakhir kalinya."

Grahita tak meraung memanggil Omanya. Perempuan itu hanya kembali menangis dalam diamnya. Grahita terdiam seraya menatap langit-langit kamarnya. Lalu Mbak Tini datang membawakan segelas air putih dan membantu Grahita minum agar lebih tenang.

"Oma dimakamin dimana?" tanya Grahita pelan setelah agak lama terdiam. Pelan-pelan pun ia harus bisa menerima takdir yang menghampiri dirinya. Perempuan itu bisa apa selain mengikhlaskan kepergian sang Oma. Dirinya hanya syok berat setelah tiba-tiba di tinggal Oma tanpa pamit. Tanpa adanya kata perpisahan terlebih dahulu.

"Disamping Opa, Ta." Grahita tak menjawab. Satu keinginan Omanya sudah terwujud. Keinginan Oma untuk beristirahat di samping sang suami kini sudah terkabul.

Lalu Grahita bangkit dari baringnya, kepalanya masih terasa pening akibat menangis dan pingsan, namun ia masih bisa menahannya.

Grahita lalu memperbaiki posisi duduknya, "pa-pa, datang Li?" sebenci apapun ia dengan sang papa, Grahita masih menanyakan perihal kehadiran papa di pemakaman sang Oma.

"Datang Ta. Om Sadewa juga ikut membawa jenazah Oma sampai ke pemakaman. Eyang juga datang."

Grahita menghembuskan nafasnya pelan, sebuah kelegaan jika keluarga datang ke pemakaman Oma. Grahita tak banyak berharap lebih sekarang. Ia hanya mencoba mendamaikan diri dengan kebencian yang sudah mendarah daging itu.

Lili ditempatnya tersenyum tipis. Ia tahu Grahita bukan perempuan jahat yang penuh dendam. Grahita hanya sangat kecewa dengan kehidupan yang membuat dirinya harus merasakan pahit bertubi-tubi.

"Makan ya Ta?" tawar Lili. Grahita belum makan dari tadi malam sehingga Lili khawatir jika Grahita kembali tak mau makan.

Grahita tak menjawab, Lili memilih beranjak dari kamar Grahita untuk mengambilkan makanan untuk Grahita. Gawai Grahita berbunyi, tetapi perempuan itu memilih mengabaikannya. ia sementara tak menyentuh benda itu. Dirinya masih syok dengan kematian Oma yang tiba-tiba.

Lili datang dengan membawa sepiring nasi goreng, lalu menyendokkan makan malam tersebut ke arah Grahita, namun perempuan itu segera menolaknya. "Gue nggak sakit, Li. Biarin gue makan sendiri." Piring yang dibawa Lili lalu berpindah ke Grahita. Perempuan itu memilih makan sendiri, ia tak mau berlarut dalam kesedihannya. Ia harus bangkit dari keterpurukannya itu.

Lalu Lili memilih duduk di depan Grahita yang sudah memakan makanannya. "Eh Ta, gue mau tanya dong." Ucap Lili. Pasalnya ia sangat penasaran dengan apa yang ia lihat sejak pagi tadi. Ia juga ingin mengalihkan perhatian Grahita agar tidak melulu memikirkan kesedihannya. Lili hanya berusaha membuat Grahita kembali membaik.

"Hmm," gumam Grahita sebagai jawaban.

"Gue lihat ada laki-laki badannya tuh tegap, trus dia terlihat berwibawa gitu. Kalau jalan kayak orang lomba baris berbaris, itu siapa? lo kenal nggak?"

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now