Smara

20.4K 2.4K 57
                                    

"Tadi malam pulang jam berapa, Ta?" tanya Tuan Soeroso disela-sela sarapannya.

"Jam 10," jawab Grahita yang sibuk memakan sandwich buatannya sendiri. Seperti kemarin, gadis itu kembali membuat sarapan untuk mereka semua.

"Di antar siapa?"

"Lili sama Leo."

Tuan Soeroso mengangguk. Syukurlah Grahita baik-baik saja. Sempat ia khawatir dengan cucunya itu.

"Bang Yos kapan nikahnya, eyang?" tanya Grahita kemudian. Ia berusaha biasa saja walaupun di sana ada papa dan keluarganya.

"2 bulan lagi mungkin kalau nggak diundur."

"Diundur?"

"Kamu tahu sendiri sibuknya Yosi dan calon istrinya, sebisa mungkin tepat waktu, Ta. Eyang juga nggak mau diundur terus acaranya."

Grahita mengangguk pelan. Ia sudah biasa dengan kesibukan keluarga ini. Grahita lalu memilih melanjutkan sarapannya.

"Oh iya, kabar mamamu gimana?" tanya Tuan Soeroso yang sudah menyelesaikan sarapannya. Sedangkan Sadewa yang berada di sana langsung mengangkat wajahnya dan menatap sang ayah.

"Baik," jawab singkat Grahita yang kini fokus mengupas pisang.

"Nanti sampaikan salam eyang ke Marcella, ya?" pesan Tuan Soeroso.

Grahita lantas menatap eyangnya dan mengangguk. Ekor matanya melirik pada sang papa. Laki-laki itu nampak terdiam di tempatnya. Bahkan Sadewa menghentikan sarapannya.

Tuan Soeroso lalu bangkit, menyisakan Grahita, Sadewa, Diana, dan Agnes yang memilih diam sejak tadi. Grahita tetap tenang dengan memakan pisangnya. Sedangkan mereka belum beres sarapannya karena telat datang ke ruang makan.

"Mamamu pulang, Ta?" tanya Sadewa tiba-tiba yang langsung menghentikan kunyahan Grahita. Begitupun Diana dan Agnes yang langsung menatap Sadewa. Mereka seakan kaget dengan pertanyaan Sadewa barusan.

Grahita melanjutkan kunyahanya dan menelan makanannya terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Sadewa. Grahita hanya menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Bahkan ia tak ingin repot-repot mengeluarkan suaranya untuk sekedar menjawab 'iya'.

"A-apa dia bicara sesuatu?" tanya Sadewa kemudian.

Grahita menatap papanya sebentar sebelum akhirnya tersenyum mendengus. Mengapa Sadewa mendadak seperti orang yang peduli?

"Kenapa papa tiba-tiba peduli? Ada sesuatu?" tanya Grahita balik.

Sadewa terdiam dan tak menjawab. Hal itu membuat Grahita tersenyum miring.

"Oh iya, Grahita ingin bertanya. Hal pertama yang papa lakukan setelah Grahita lahir apa, Pa? Grahita ingin mendengar dari cerita papa langsung."

Grahita tersenyum seakan baik-baik saja. Gadis itu hanya menguji sang papa. Ia ingin mendengar dan melihat, seberapa panjang Sadewa bercerita tentang dirinya. Ia sudah tahu jika Sadewa minim cerita tentang dirinya. Bahkan laki-laki itu tak tahu mendetail bagaimana masa kecilnya.

Grahita menunggu Sadewa menjawab, termasuk Diana dan Agnes yang diam-diam juga menanti. Namun laki-laki itu tak kunjung menjawab. Hal itu membuat Grahita kembali tersenyum miring dan menggeleng pelan. Nampaknya ia konyol dengan bertanya kepada Sadewa. Padahal ia hanya bertanya dengan pertanyaan sederhana.

Gadis itu lalu memilih bangkit dari duduknya. Ia mengabaikan 3 orang yang tengah bergumul dengan pikiran masing-masing. Termasuk Sadewa yang seakan ditampar habis oleh pertanyaan sang putri.

*****

Grahita menatap rumah minimalis bercat biru muda yang nampak asri dengan berbagai tanaman di depannya. Rumah itu terletak di persimpangan jalan sehingga mudah untuk diingat dan dijangkau.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now