Adyuta

20K 2.5K 105
                                    

Dering alarm berbunyi tepat pukul setengah 5 pagi. Grahita tersentak pelan dari tidurnya. Ia tidur dengan posisi yang tak beraturan dan masih memakai baju yang sama seperti kemarin.  

Kemarin dirinya langsung pergi meninggalkan rumah sang eyang dan mengemudikan mobilnya ke restoran setelah bersitegang dengan Diana. Grahita tak mengindahkan teriakan Yessy yang memintanya untuk tak berkendara dalam keadaan kacau seperti semalam. Namun, Grahita bukanlah gadis yang mudah dibujuk, gadis itu tetap keras kepala. Grahita tetap berkendara dengan berderai air mata. Ia memang terlihat kuat tadinya, namun tiba-tiba hatinya berdenyut nyeri dan air matanya turun begitu saja tanpa bisa dicegah. 

Grahita menatap langit-langit di ruangan tersebut. Gadis itu kemudian menghembuskan napasnya panjang. Matanya terasa berat karena menangis semalaman dan akhirnya tertidur tanpa ia sadar. 

Tangannya lalu menggapai alarm yang kembali berbunyi. Gadis itu mematikannya dan melihat banyak panggilan di gawainya. Semalam, ia mengabaikan gawainya begitu saja dan memilih menangis. Selain karena ia kesal dan marah dengan ucapan Diana, Grahita yang lelah akhirnya menangis sesenggukan dengan batin yang nyeri. Rasanya tadi malam amat menyesakkan baginya. 

Panggilan terbanyak datang dari Yessy. Lalu dari Yosi dan terakhir dari sang eyang. Mereka semua juga menyepam pesan di gawai Grahita.

'Ta, kamu di mana? Kamu mengendarai mobil dengan sangat cepat. Kamu juga nggak ada di rumah. Kamu di mana?'

'Ta.'

'Ta, balas pesan mbak. Kamu di mana?'

Masih ada pesan demi pesan yang masuk ke gawainya. Gadis itu hanya melihat saja, tanpa berminat untuk membalasnya. Perlahan ia bangkit dari tidurnya di sofa yang berada di kantor restoran. Semalam ia hanya tidur di sofa panjang itu yang tentunya sangat tidak nyaman. Ia tak berniat pulang karena malas jika mereka ternyata masih mencarinya. Bukannya ia kekanakan, Grahita hanya butuh waktu untuk menenangkan diri tanpa bertemu dengan mereka sementara.  

Grahita menyesuaikan pandangannya karena tiba-tiba ia merasakan pusing ketika bangun. Mungkin hal ini adalah efek menangis dan posisi tidur yang salah membuat dirinya pegal-pegal. Sekarang Grahita merasakan sakit dan pening yang tak karuan. 

Grahita segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan kewajibannya. Setelah itu, ia memilih ke dapur dan bertemu dengan Hasan, laki-laki yang bertugas menjaga gudang restoran. 

"Loh Mbak Grahita kok pagi-pagi sudah di sini?" tanya laki-laki itu dengan muka kaget ketika melihat bosnya sudah berada di restoran pagi sekali. Biasanya para karyawan baru ke restoran pukul 9 pagi.

Grahita hanya tersenyum tipis menanggapi kebingungan Hasan. "Persediaan bahan baku aman San?" tanya Grahita yang sebenarnya mengalihkan pembicaraan sebelumnya.

Hasan mengangguk sambil mencatat bahan baku yang baru keluar dari mobil box. Mobil box berukuran sedang itu setiap pagi memasok bahan baku seperti daging-dagingan. Untuk sayur dan bumbu, sudah datang subuh tadi. 

 "Alhamdulillah aman, Mbak."

Grahita lantas memperhatikan sebentar proses pemindahan bahan baku ke dalam gudang restoran. Setelah dirasa cukup, Grahita memilih pamit pada Hasan dan kembali ke dalam dapur. Gadis itu kemudian menatap kitchen yang terlihat bersih. Lima jam lagi, restoran ini akan kembali beraktivitas seperti biasanya.

Grahita menatap tubuhnya. Dari kemarin ia belum berganti pakaian sama sekali. Mungkin ia harus kembali ke rumah terlebih dahulu nanti. Rasanya juga sudah mulai tak nyaman.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now