Weling

20.5K 2.4K 43
                                    

Angin malam berhembus dengan pelan. Menyibak daun pohon kamboja dan akasia yang tumbuh sepanjang jalan yang nampak tertata rapi itu. Suara berbincang-bincang terdengar sayup-sayup dari pos berwarna hijau pupus itu.

"Tumben di sini, Kapt?" tanya seorang laki-laki berkaos loreng dengan membawa secangkir kopi hitam dari dapur pos.

Laki-laki yang bernama Lettu Nohan itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia sedikit kaget melihat Gandhi yang berada di pos penjagaan barak tersebut. Gandhi lebih banyak menghabiskan waktunya di barak perwira daripada pos penjagaan tentunya.

"Kopi Kapt?" ujar Nohan seraya mengangkat kopinya yang berada di gelas bening itu.

Gandhi yang seperti sibuk dengan laptopnya itu memilih menggelengkan kepalanya. Sesekali laki-laki itu berdecak pelan dengan mata menatap layar.

Nohan yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Gandhi itu memilih menggeser duduknya dan mendekat ke arah Gandhi. Matanya melengok melihat layar yang sedang dihadapi oleh kasuhnya semasa pendidikan itu.

"Lagi galau Kapt?" tebak Nohan asal.

"Kelihatan banget aku galau, Han?" tanya Gandhi balik yang justru membuat spekulasi dari Nohan itu benar.

Nohan mengangguk tanpa ragu. Lalu laki-laki itu tersenyum karena tebakannya benar. Senyuman Nohan begitu khas. Apalagi matanya yang sipit membuatnya terlihat menutup mata ketika tersenyum maupun tertawa.

"Masalah perempuan Kapt?" tebak Nohan yang dibalas kebisuan Gandhi. Nohan langsung mengangguk paham.

"Sok tahu," jawab Gandhi kemudian dan membuat Nohan hampir menyemburkan kopinya. Mengapa Gandhi harus berbohong pada dirinya? Jeda tadi cukup membuktikan kalau Gandhi memanglah sedang galau.

Pria keturunan China-Jawa itu memilih meletakkan kopinya di meja kayu berwarna hijau dan menatap Gandhi yang malah mematikan laptopnya. Tumben sekali kasuhnya itu terlihat seperti banyak pikiran.

"Jangan bilang masalah nona cantik yang pernah dibilang sama salah satu anggota kompi komandan?" tebak Nohan lagi. Ia tak begitu percaya jika Gandhi galau masalah pekerjaan. Selama ini laki-laki itu nampak tenang, namun malam ini nampak berubah galau dan pastinya itu masalah perempuan. Begitulah kiranya asumsi pria asli Surabaya itu.

Gandhi langsung menatap Nohan cepat. Bagaimana bisa laki-laki itu tahu dari anggota kompinya? Ah iya, ia langsung teringat momen di pemakaman tempo lalu.

Gandhi berdecak pelan mendengar gosip yang tidak bermutu itu. Laki-laki itu kesal lantaran sesuatu yang tidak seharusnya diumbar kini malah menjadi berita yang tidak-tidak. Memang anggota kompinya itu aktif sekali membawa berita asmara di barak dan Nohan pasti mendengar dari yang lain.

"Sudah jangan menyebarkan berita yang tidak bermutu. Kalian terlalu berspekulasi yang tidak-tidak," ujar Gandhi kemudian.

"Itu kan hasil dari Kapten yang tidak pernah dekat dengan perempuan. Sekali ada yang dekat dan tahu, pasti bakal tersebar," sahut Nohan tanpa beban. Sedangkan Gandhi kembali berdecak.

"Memangnya aku harus mengumbar kehidupan asmaraku? Lagian kenapa kalian doyan sekali membahas masalah asmara?" ucap Gandhi yang langsung membuat Nohan menunjukkan cengiran polosnya sambil menggeleng.

"Siap, tidak, Kapt! Itu masalah asmara 'kan memang karena kami jomblo," ucap Nohan sok nelangsa. Dibalik sangarnya Nohan, laki-laki itu masuk dalam kategori bucin.

Kemudian mereka tertawa bersama di pos yang ramai dengan prajurit piket itu. Mereka menertawakan nasib yang sama tentunya. Mereka lalu melupakan pembahasan tersebut dan memilih membahas liga Champions.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now