Kaharsayan

19.8K 2.5K 51
                                    

"Masak apa, Ta?" tanya sang eyang ketika melihat Grahita yang tengah sibuk di dapur. Sedangkan pekerja di rumah yang mengurusi bagian dapur hanya bisa pasrah ketika Grahita mengambil alih semuanya. Mereka hanya membantu Grahita yang ingin memasak di pagi hari ini.

"Nasi kuning, ayam kecap, orek tempe, salad. Banyak sekali, Ta," ucap Tuan Soeroso kembali.

"Sekalian buat yang kerja di sini eyang."

"Bi, nanti makan pake makanan yang saya masak ini ya. Bapak satpam di depan juga nanti antar makanan ini juga ya," ujar gadis itu.

Perempuan berusia 40 tahunan itu mengangguk patuh. Mereka langsung membantu Grahita menata sarapan di meja makan.

Tuan Soeroso tersenyum di tempatnya. Laki-laki itu senang melihat Grahita yang sudah mau keluar kamarnya dan bahkan pagi ini gadis itu memasak sarapan yang banyak. Beberapa hari kemarin, Grahita lebih senang mengurung dirinya di kamar dan keluar ketika butuh sesuatu saja.

"Eyang mau makan apa? Biar Tata yang ambil."

Tuan Soeroso tersenyum. Tangannya langsung menunjuk nasi putih dan ayam kecap. Beliau sementara tidak makan makanan yang bersantan.

Grahita langsung mengambilkan makanan untuk sang eyang. Tak lama kemudian, Diana, Agnes, dan Sadewa datang ke ruang makan karena memang sudah jam sarapan.

"Pagi Yah," ujar Sadewa pada sang ayah. Tuan Soeroso yang sedang menikmati sarapannya hanya mengangguk.

"Selalu saja makanan buatanmu enak, Ta."

Tak henti-hentinya Tuan Soeroso memuji masakan Grahita. Walaupun hanya ayam kecap namun sangat enak baginya.

Sementara itu, Sadewa menatap makanan di depannya yang bervariasi itu. Biasanya hanya beberapa makanan saja, namun kali ini berbeda. Dan ia tentunya tahu siapa yang memasak beraneka macam makanan di depannya ini.

Grahita sendiri memilih fokus dengan sarapannya. Ia lebih memilih nasi kuning sedikit dan ayam. Sehabis subuh tadi, tiba-tiba ia teringat nasi kuning buatan omanya. Oleh karena itu, ia membuat sarapan untuk mengobati rasa rindunya itu.

Sadewa, Diana, dan Agnes ikut sarapan. Mereka bertiga ikut menikmati hidangan yang dibuat oleh Grahita. Awalnya Diana enggan, namun melihat roti yang membosankan baginya itu membuat ia terpaksa makan yang ada di meja makan. Lagipula ia malas menyuruh pegawai yang bertugas memasak untuk memasakkannya sesuatu. Hendak masak sendiri, Diana pun tak bisa masak.

"Tata mau ke restoran, eyang," ucap gadis itu pada sang eyang setelah selesai sarapannya.

Tuan Soeroso agak kaget tentunya. Ia kira Grahita masih ingin menepi sejenak namun ternyata gadis itu sudah ingin kembali ke dunianya.

"Kamu sudah baikan, Ta?"

Gadis itu mengangguk tanpa menjawab. Gadis itu lebih memilih makan salad yang ia buat sendiri tadi.

Tuan Soeroso mengangguk. Grahita pasti tahu apa yang baik untuk dirinya. Namun dirinya hanya khawatir dengan keadaan Grahita yang mungkin saja belum stabil.

Grahita lalu pamit. Gadis itu memilih berjalan menuju keluar rumah. Gadis itu ingin menghirup udara segar di pagi hari. Grahita berjalan menuju samping rumah yang terdapat banyak tanamannya.

"Saya bantu ya?"

Grahita langsung mengambil selang air dan membantu seorang pria yang sedang merawat tanaman di sana. Laki-laki itu kaget ketika Grahita sudah membawa selang air.

"Jangan Non, biar saya saja," cegah pria berusia 45 tahunan itu.

"Nggak apa-apa, Pak. Bapak yang memangkas daunnya, biar saya yang menyiram," ucap Grahita yang sudah menyiram tanaman di depannya. Sedangkan bapak tersebut hanya pasrah dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now