Balakosa

20.4K 2.4K 52
                                    

"Tata belum pulang ya?" tanya Tuan Soeroso pada salah satu pekerja di sana. Pandangan laki-laki itu mengarah ke kamar sang cucu. Terlihat jika kamar Grahita nampak tertutup rapat.

"Belum, Pak."

"Tadi pergi sama siapa?"

"Sama laki-laki yang pernah datang ke sini, Pak," jawab pekerja perempuan setengah baya itu dengan sopan.

Tuan Soeroso mengangguk pelan, lalu memilih turun dan menuju ruang baca. Grahita yang tak biasanya pulang malam setelah kejadian tersebut, mendadak belum pulang hingga menjelang isya ini. Hal itulah yang membuat Tuan Soeroso agak khawatir kali ini.

Langkah tua itu berjalan perlahan menuju ruang baca yang sekaligus menjadi ruang kerjanya. Tuan Soeroso mengambil sebuah buku berjudul Start with Why: How Great Leaders Inspire Everyone to Take Action dari jajaran buku yang tersimpan rapi di rak besar. Sambil duduk di kursi kebesarannya, laki-laki itu memulai rutinitas membacanya.

Baru mendapat dua halaman, gawai Tuan Soeroso bergetar. Laki-laki itu langsung meletakkan bukunya dan mengambil gawai yang ia simpan di saku celana kainnya.

'Tata hari ini pulang ke rumah oma, eyang. Mama pulang.'

Tuan Soeroso mengangkat wajahnya setelah membaca pesan dari Grahita. Laki-laki itu langsung terdiam. Pikirannya melayang pada seorang perempuan bernama Marcella. Perempuan cantik yang sempat menjadi menantunya itu. Seorang perempuan muda yang berani mengambil langkah besar bersama putranya, namun disia-siakan oleh putranya juga.

Tak banyak momen baik bersama dengan Marcella. Kala itu, Tuan Soeroso lebih banyak menghabiskan waktunya di Amerika dan Eropa. Jarang sekali ia pulang ke Indonesia. Sedangkan putra bungsunya itu sudah membangun rumah tangga di usia mudanya. Sebagai orang tua, Tuan Soeroso juga tak setuju putranya itu menikah muda. Namun apa daya? Sadewa adalah pria keras kepala yang akan tetap dengan pendiriannya.

Tuan Soeroso kembali termenung. Ia memutar memori tentang putranya dan Marcella. Hingga suara ketukan pintu membuat dirinya kembali tersentak pelan.

"Masuk."

Seorang petugas keamanan datang dengan sopan. "Mohon maaf Pak, ada tamu di depan ingin bertemu dengan bapak."

"Siapa?"

"Dia memperkenalkan dirinya sebagai Fredy Anggoro."

Seulas senyum nampak di bibir tuanya. Tuan Soeroso mengangguk, "Biarkan dia masuk, saya akan menemuinya."

"Baik, Pak."

Kemudian petugas keamanan tersebut pamit dan dan kembali menutup pintunya. Sedangkan Tuan Soeroso hanya bisa tersenyum miring. Ia sudah tahu maksud Fredy datang kemari.

Tuan Soeroso lalu bangkit dan keluar. Pria berwibawa itu langsung berjalan menuju ruang tamu. Bahkan dia seperti menyambut seorang tamu yang penting. Padahal setiap tamu yang datang, pasti harus menunggu laki-laki itu bersiap terlebih dahulu.

"Selamat datang Tuan Fredy. Lama kita tak bertemu," sapa Tuan Soeroso dengan ramah. Namun tidak bagi Fredy Anggoro yang nampak tak baik-baik saja. Sapaan itu bagaikan sindiran.

"Mari kita duduk."

Lalu mereka duduk di sofa mewah yang berada di ruang tamu tersebut. Fredy Anggoro menatap design rumah itu dengan seksama. Walaupun ia kaya, namun kalah jauh dengan Soeroso Pramonoadmodjo.

Di dunia bisnis, laki-laki tua itu dikenal memiliki beberapa usaha skala besar seperti perkebunan sawit, tambang batubara, perusahaan tekstil hingga saham di perusahaan rokok. Beberapa unit kecilnya yang tersebar di beberapa daerah baik dalam maupun luar turut menjadi alasan pria itu berada.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang