Byuha

20.6K 2.4K 62
                                    

Gandhi masih stay di Surakarta karena umi masih dirawat di rumah sakit dan baru boleh pulang ketika tekanan darahnya sudah stabil. Walaupun umi terlihat baik-baik saja, tetapi perempuan itu masih butuh istirahat yang cukup.

Gandhi baru saja masuk ke dalam ruang inap umi setelah menghubungi Grahita. Laki-laki itu memastikan mengenai jaringan dan kesiapan Grahita.

"Ayolah, Ndi. Apa kamu nggak ada kuota? Kenapa masih gelap layarnya?" Pertanyaan beruntun umi terucap ketika laki-laki itu menghampiri umi yang sudah menghadap laptop dengan tatakan meja kecil di atas brankar.

Kebiasaan umi yang mengomel dimulai ketika layar laptop Asma yang hendak digunakan untuk berkomunikasi dengan Grahita masih menampakkan layar hitam. Sedangkan Asma hanya bisa menepuk jidatnya. Umi selalu saja mengeluarkan pernyataan unik nan menggelitik.

"Ya Allah ya Rabb, sabar ya, Umi? Ini masih berusaha menyambungkan," ujar Asma yang memberikan pengertian pada umi. Sedangkan umi sudah tak sabar untuk melihat gadis yang telah mencuri hati putranya.

Tak lama kemudian sambungan via video conference yang mereka pilih berhasil menampakkan wajah Grahita yang tampak cantik dengan tatanan rambut beach wave yang simple. Grahita juga terlihat rapi dengan mengenakan blouse lengan panjang dengan warna lilac. Gadis itu tersenyum canggung di layar laptop.

"Assalamu'alaikum," ucap Grahita memberi salam yang dijawab oleh umi, Asma, dan Gandhi. Abah masih ada urusan dan Ghania baru bisa datang ketika malam sehingga hanya mereka bertiga.

Umi tersenyum tipis melihat Grahita. Umi menatap lekat gadis yang berada di video tersebut. Antara foto dengan wajah yang sekarang ada di video ini tak jauh berbeda. Bahkan kini Grahita lebih cantik dan fresh.

"Selamat sore tante," ucap Grahita agak canggung dan disambut kekehan kecil umi. Sedangkan Gandhi hanya bisa tersenyum kecil melihat uminya yang terlihat enjoy.

"Sore juga."

"Gimana kabar tante?"

"Alhamdulillah udah mendingan. Kamu namanya Grahita, ya? Cantik sekali kamu, Nduk."

Grahita tersenyum ketika umi memujinya. "Iya, Tan, saya Grahita. Maaf belum bisa bersilaturahmi ke Surakarta. Cepat sembuh juga ya, Tan," ujar Grahita dengan hati-hati. Ia bahkan sudah mempersiapkan pembicaraan apa yang akan diucapkan ketika melakukan video conference dengan umi Gandhi.

Umi tersenyum. "Iya nggak apa-apa. Kamu juga di Belanda, jauh. Terima kasih, ya."

"Ngomong-ngomong di sana masih pagi, ya?" tanya umi lagi.

Grahita terlihat mengangguk. "Iya, Tan. Sekitar jam setengah 9 pagi."

"Wah, maaf ya kalau ganggu waktu produktifmu di pagi hari."

"Tidak, Tan, tidak. Saya kebetulan  masih libur hari ini."

Umi tampak tertarik dengan obrolan ini. Terbukti umi yang terlihat tenang ketika berbicara dengan Grahita walau lewat video conference.

"Kata Gandhi kamu jadi pengajar, ya?"

Grahita mengangguk dengan sopan. Gadis itu juga mengatur cara duduknya supaya terlihat sopan.

"Lebih tepatnya sementara, Tan. Saya hanya dua tahun di sini. Saya mengajar di Institut kuliner."

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang