Dayita

23.5K 2.5K 96
                                    

Seminggu berselang dari akad nikah dan resepsi di Jakarta, Gandhi dan Grahita kembali diributkan dengan acara Ngunduh Mantu di Surakarta. Seperti sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, Ngunduh Mantu layaknya tradisi yang harus dilaksanakan ketika seorang anak laki-laki dari suku Jawa menikah. Walau tak menutup kemungkinan, hal ini hanya dilakukan oleh kalangan status sosial menengah ke atas.

Grahita kembali diriwehkan dengan dandanan Solo Basahan. Ia terlihat sangat cantik di pagi hari ini. Banyak pujian yang mampir setelah ia keluar dari ruang rias. Kebanyakan mereka mengatakan jika Grahita tambah cantik dengan dandanan Solo Basahan ini.

Gendhing Boyong Pengantin terdengar di sebuah venue pernikahan yang terletak di Jalan Letjen Suprapto. Grahita dan Gandhi berdiri di bibir pintu masuk acara dengan keluarga dari pihak Grahita yang menyertai di belakang mereka.

Saat ini mereka akan melaksanakan proses Imbal Wicara dimana prosesi ini adalah penyerahan pengantin perempuan oleh pihak keluarga kepada pihak pengantin pria. Masing-masing dari keluarga memberikan perwakilan karena kali ini menggunakan bahasa Jawa krama alus yang bahkan sulit untuk dipahami bagi orang awam.

Setelah itu, kedua mempelai diberi Tirta Suci dua cangkir yang diminumkan oleh kedua orang tua mempelai pria secara bergantian. Selanjutnya, acara Sindur Binayang, yaitu abah menyampirkan kain sindur motif Sidomukti ke pundak Gandhi dan Grahita serta menuntun pasangan pengantin itu ke kursi pelaminan. Abah berada paling depan, pengantin berada di tengah dan umi berada di belakang mengiringi pengantin sambil memegang pundak kedua pengantin. Dalam prosesi ini biasanya diiringi gendhing Ketawang Boyong Basuki, Pelog Barang.

Setelah sampai pelaminan yang dibuat dengan sangat indah itu, kedua keluarga memberikan sambutan dan ucapan terima kasih. Dalam benak Grahita dan Gandhi amat lega, rentetan acara adat yang melelahkan akhirnya berada di puncak acara. Setelah ini, mereka akan hidup normal kembali tanpa pusing memikirkan perkara adat pernikahan yang menguras pikiran, emosi, tenaga, dan tentunya dana yang tidak sedikit.

Pandangan Grahita mengarah pada sekumpulan laki-laki yang mengenakan pakaian batik. Tinggi mereka rata-rata seragam dan sempat menjadi perhatian beberapa tamu yang datang. Mereka adalah teman-teman dan anggota Gandhi yang diundang pada acara Ngunduh Mantu ini.

Kali ini tamu lebih banyak. Kemarin setelah Pedang Pora, hanya diisi dengan foto-foto karena resepsi baru dilaksanakan ketika malam hari. Konsep resepsi pun lebih santai dengan mengusung tema vintage. Pada saat acara resepsi, para tamu mengenakan pakaian ala vintage yang menjadi DCnya. Hal ini berlaku juga dengan teman terdekat dan teman kerja Gandhi. Mereka membaur dengan konsep acara yang santai.

"Kamu kenapa?" tanya Gandhi yang melihat Grahita fokus ke arah tamu.

"Tamunya banyak banget, Ndi. Ini satu kabupaten diundang sama umi dan abah, ya?" bisik Grahita. Ia takut didengar oleh orang lain yang bisa memantik kesalahpahaman.

Sontak Gandhi terkekeh pelan. "Temen umi sama abah itu banyak. Kayaknya satu blok pasar pada datang, belum lagi karyawan abah di tempat pemotongan hewan, ditambah lagi kumpulan bapak-bapak tenis lapangan abah dan arisan umi."

Grahita tersenyum kecut. "Iya bener. Ini emang satu kabupaten yang diundang." Gandhi kembali terkekeh.

Hal ini tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Grahita. Padahal rencananya ia dulu ketika tahu Gandhi serius dengannya, Grahita hanya ingin konsep pernikahan akad nikah dan resepsi outdoor yang privat dimana hanya dihadiri oleh 50 orang saja. Namun rencana tinggal rencana. Ia bahkan lupa jika masih ada tamu dari Gandhi yang sangat banyak.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang