Agata

20.5K 2.5K 101
                                    

Bandara Soekarno-Hatta, Indonesia

Gandhi kembali mengecek arloji yang melingkar manis di pergelangan tangan kanannya. Katanya Grahita sampai di Indonesia pukul 08.45 WIB, namun sampai pukul 09.00 WIB ini, gadis itu belum keluar juga dari bagian terminal kedatangan.

Gandhi hanya mampu menunggu dengan gusar. Dua tahun adalah penantian yang begitu menguras pikiran dan egonya. Rasa rindu yang membuncah membuat ia tak tahan untuk segera bertemu dengan gadisnya itu. Walaupun sering melakukan video call, namun ia penasaran dengan Grahita sekarang. Apakah gadisnya itu tetap sama atau justru tambah cantik? Spekulasi mengenai Grahita berputar hebat di kepalanya.

Tak lama kemudian, seorang gadis yang mengenakan hoodie berwarna hitam polos yang dipadukan dengan celana jeans serta sepatu boot itu berjalan santai dengan menyeret koper besar dan menggendong tas yang berukuran sedang. Gadis itu juga mengenakan kaca mata hitam yang sempat mencuri perhatian orang yang berlalu lalang.

Gandhi tersenyum sebab ia tahu siapa gadis itu. Gadis itu tetap sama, stylenya yang lebih santai membuatnya terlihat lebih muda dari usianya.

Senyuman Gandhi melebar tatkala melihat gadisnya itu berjalan menuju arahnya. Laki-laki itu langsung memperbaiki kaos polonya supaya terlihat lebih rapi. Lalu Gandhi melambaikan tangannya ke arah Grahita.

Senyuman gadis itu mengembang, segera Grahita mendekat ketika Gandhi melambaikan tangannya. Namun Grahita tampak sedikit kesusahan, hal ini membuat Gandhi bergerak cepat dengan mendekat ke arah Grahita dan langsung mengambil alih kopernya.

"Welcome to Indonesia, Mevrouw Grahita Sembrani Pramonoadmodjo," ucap Gandhi dengan tersenyum lebar.

Grahita terkekeh pelan dengan ucapan selamat datang itu. "Dank je wel, Meneer. Ik ben geraakt door uw voorbeelden." (Terima kasih, Tuan. Saya terharu dengan sambutan anda)

Gandhi menatap Grahita lagi. Hal ini membuat Grahita tertawa sebab pasti Gandhi tak paham dengan apa yang ia ucapkan.

"Besok belajar bahasa Belanda ya, biar tahu artinya," ucap Grahita seraya terkekeh pelan.

"Asalkan gurunya kamu," sahut Gandhi santai.

Grahita langsung mencibir. Hal ini membuat Gandhi terbahak pelan.

Kemudian Gandhi menatap Grahita lekat. Hal itu membuat Grahita bingung.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Grahita kemudian ketika Gandhi tak kunjung melepaskan tatapan darinya.

Gandhi menggeleng. "Tidak. Tiba-tiba aku merasa nggak percaya dan kaget melihat kamu pulang. Nggak terasa dua tahun berlalu dan kita bertemu lagi di bandara ini. You look so gorgeous."

"Jangan bilang ini tanda-tanda hendak menggombal?" Bukannya tersanjung, Grahita justru menatap Gandhi penuh selidik.

Gandhi seketika mendengus. "Selalu saja begitu. Kenapa setiap kali aku berkata manis, kamu selalu bilang ini gombal, Ta?"

"Berarti kamu tidak ikhlas?" sahut Grahita dengan raut wajah yang sama.

Gandhi memilih menghela napasnya kasar. Baru pertama kali bertemu, tetapi mereka sudah ribut seperti biasanya.

"Ya, aku memang selalu gombal," ucapnya seakan pasrah.

Kemudian Grahita tertawa pelan. "Seneng banget bisa balik menjahili kamu, Ndi. I am so happy, Captain. Thank you."

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now