Syandana

20.8K 2.6K 238
                                    

'Aku jemput kamu sekarang ya, Ta?'

Setelah 3 minggu berselang, akhirnya mereka baru bisa keluar untuk nonton bersama. Memang mereka sedang sibuk-sibuknya. Terlebih Grahita, gadis itu baru bisa membalas pesan ketika malam hari. Hampir 7 hari dalam seminggunya ia habiskan untuk karirnya.

Grahita lalu membalas pesan Gandhi. Gadis itu baru bersiap memakai pelembab wajah. Ia tak butuh lama untuk berdandan. Ia hanya butuh waktu singkat karena sedang tidak memakai banyak jenis make up. Beberapa waktu yang lalu, wajahnya iritasi karena sentuhan make up yang kurang cocok di wajahnya. Alhasil, Grahita memilih tampil biasa saja kali ini.

Dua puluh menit kemudian, seseorang mengetuk pintu rumah. Grahita yang sedang memakai sepatu boot-nya sebelah langsung berlari kecil untuk membukakan pintu.

"Maaf lama." Grahita memberikan cengirannya.

"Masuk, Ndi." Grahita langsung mempersilahkan Gandhi untuk masuk. Sedangkan Gandhi mengangkat sebelah alisnya, "Ta, kamu tadi lari pake sepatu sebelah doang?"

Grahita tersenyum konyol. "Takut kamu nunggu lama. Aku tinggal sebentar buat pakai sepatu, ya."

Setelah itu, Grahita langsung ngacir mengambil sepatu dan clutch bag yang biasa ia pakai. Agak malu memang, tetapi Grahita bodoh amat.

Sementara itu juga, Gandhi menggelengkan kepalanya melihat tingkah Grahita. Senyum konyol gadis itu serta sikapnya yang tak biasa membuat dirinya tak berhenti untuk tersenyum.

Tak lama kemudian, Grahita kembali dengan rapi. Gandhi juga baru ngeh ternyata--

"Kamu potong rambut sebahu?"

Grahita mengangguk. "Iya. Kenapa? Jelek?"

Gandhi langsung menggeleng, "Nggak kok. Bagus."

'Apa pun itu kamu tetap cantik, Ta.'

Sayangnya, kalimat itu hanya tertahan di hati Gandhi. Laki-laki itu hanya bisa tersenyum penuh arti.

"Ayo," ajak Gandhi. Lalu mereka keluar. Tak lupa Grahita mengunci rumah dan gerbang.

Satu jam kemudian mereka baru sampai dikarenakan jalanan yang macet di weekend ini. Banyak masyarakat yang memanfaatkan waktu liburnya untuk jalan-jalan walau hanya sekedar pergi ke pusat perbelanjaan.

"Makan dulu yuk, Ta," ajak Gandhi ketika mereka sudah sampai di lantai atas.

"Nggak beli tiket dulu?"

"Aku sudah pesen online kemarin. Nanti jam 1 baru mulai. Mumpung masih ada waktu kita makan dulu biar nggak kelaperan di dalam."

Grahita mengangguk, lalu mereka menuju restoran sunda yang ada di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Berhubung mereka hendak menonton, alhasil mereka memilih restoran yang masih satu lantai dengan bioskop.

"Ndi, suka makan bubur diaduk atau nggak?" tanya Grahita random sambil menanti pesanan mereka datang.

"Nggak diaduk."

"Psikopat," sahut Grahita tanpa dosa. Sedangkan Gandhi mengangkat sebelah alisnya.

Grahita tertawa pelan dengan ekspresi Gandhi. "Padahal bubur itu enaknya diaduk. Bumbunya merata. Kalau nggak diaduk nggak bakal merata," jelas gadis itu.

Gandhi paham. Grahita sekarang sedang mengajak dirinya bercanda. Ternyata gadis cantik itu bisa receh juga.

"Kenapa psikopat? Padahal kalau diaduk, tampilannya nggak menarik, kayak, hemm begitulah," sahut Gandhi mencoba mengikuti alur yang dibuat Grahita.

Aksara Dan SuaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora