Adyatma

24.1K 2.6K 126
                                    

"Ta, kamu simpan di mana name tagku?" Gandhi yang mengenakan Pakaian Dinas Harian terlihat bingung mencari name tagnya.

Grahita yang sedang menata makanan di meja makan hanya bisa menghela napasnya panjang. Tadi malam Gandhi sendiri yang asal meletakkannya di atas meja rias. Karena Grahita tak suka menaruh barang sembarangan di atas meja rias, alhasil ia menyimpannya di dalam kotak yang khusus berisi aksesoris miliknya.

Tak mau mengeluarkan suara lantang di pagi hari, Grahita memilih menghampiri sang suami yang tampak bingung mencari name tagnya.

Sudah tiga bulan ini mereka menempati rumah dinas. Sebulan setelah mereka menikah, Gandhi resmi naik pangkat menjadi Mayor di usia 33 tahun lebih 10 bulan. Mereka langsung pindah ke rumah dinas ini sehabis menikah.

Bagi Grahita, kehidupan di asrama ini sangat baru untuknya. Butuh banyak adaptasi di lingkungan yang unik ini. Grahita pun banyak menyesuaikan keadaan dan kultur kehidupan di asrama. Nyatanya, walaupun pernah hidup dalam kemewahan, Grahita cepat beradaptasi di sini. Hal itu tak lepas dari dukungan Gandhi.

"Kalau aku bisa nemuin, kamu kasih aku apa?"

Gandhi lalu pura-pura berpikir. Selanjutnya seringaian jahil muncul di wajahnya.

"Kamu maunya apa?"

Grahita tersenyum kecil, lalu berbisik di telinga Gandhi. Laki-laki itu pura-pura mengangguk patuh.

"Name tagnya mana dulu? Nanti aku kasih hadiah spesial."

Grahita langsung mengambil kotak aksesoris yang berada di atas meja rias. Ia langsung membukanya dan memberikannya pada Gandhi. Gandhi tersenyum lima jari. Patut diakui, kekuatan ibu-ibu dalam menemukan barang itu luar biasa hebatnya.

"Mana hadiahnya?" Grahita menagih janji sang suami.

Gandhi tersenyum sangat manis. Kemudian secepat kilat, Gandhi mencuri ciuman singkat di pipi kanan Grahita. Seketika Grahita melebarkan matanya. Baru beberapa detik kemudian Grahita tersadar.

"Nggak gitu, Ndi. Kamu ih nyebelin."

Gandhi hanya tertawa menggelegar. Laki-laki itu memilih berjalan ke ruang makan.

"Itu hadiahnya. Gimana? Kamu suka?" Gandhi tersenyum jahil dan menaikkan alisnya bergantian.

Grahita mencibir. "Halah. Bilang aja modus." Gandhi langsung tertawa kecil.

"Nggak apa-apa modus ke istri sendiri."

"Iya bapak Mayor. Sekarang cepat sarapan, nanti telat, apa kabar anggota yang lain?"

"Siap ibu Jenderal cantik!" Grahita ikut tersenyum kecil. Mereka lalu sarapan bersama.

"Ke restoran nanti jam berapa?"

"Paling jam 11. Masih ada janji dengan ibu Danyon bahas kegiatan Persit."

"Jam berapa janjiannya?"

"Jam 8 sampai jam 11. Kalau belum selesai paling habis dhuhur baru ke restoran," jawab Grahita setelah menelan kunyahan sarapannya. Kali ini ia memasak orak-arik nasi merah.

"Jangan sampai kecapekan."

Seperti biasanya, Gandhi pasti akan menasihati Grahita agar tidak terlalu lelah dalam beraktivitas. Setelah menikah, peran Grahita bertambah banyak. Grahita masih mengurus restoran walaupun sudah tidak full time di dapur. Wanita itu paling maksimal berada di restoran hingga pukul setengah 5 sore. Biasanya pukul 4 sore sudah pulang. Belum lagi Grahita menjadi pengurus Persit yang mengharuskan dirinya aktif bersama ibu-ibu yang lain. Jadwalnya memang padat, namun ia tak mengabaikan perannya sebagai istri.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang